ad

Senin, 26 Oktober 2015

Warga Perlang Merasa Dikhianati


Izin usaha tambang pasir begitu mudah. Lalu bupati terbitkan izin, wakil gubernur minta stop, dan kepolisian katakan tidak masalah. Penambangan pun terus berjalan, kerusakan lingkungan mengancam.
=====================
Kekesalan warga Desa Perlang, Kabupaten Bangka Tengah (Bateng), Provinsi Bangka Belitung,  kian memuncak tatkala mereka mengetahui PT Walie Tampas Citratama (WTC) kembali aktif mengangkut pasir dari lokasi penambangan pasir ke pelabuhan yang masuk dalam kawasan Hutan Lindung (HL) Pantai Kayu Ara 10, Desa Perlang. Kekesalan itu lalu diluapkan dengan menyeret Direktur PT WTC, Iwan, menuju kantor desa guna dimintai pertanggung-jawabannya pada Selasa (6/10/2015) lalu sekitar pukul 10.00 WIB.
Sebelum membawa Iwan ke kantor desa, warga Desa Perlang sempat memblokade jalan menuju pelabuhan dengan menggunakan kayu. Warga yang sedari mula tidak setuju adanya aktivitas tambang pasir kuarsa ini juga mendatangi tiga tongkang yang sedang memuat pasir kuarsa. Warga meminta pasir kembali diturunkan, buat barang bukti aktivitas tambang pasir ilegal itu masih berlangsung. Sempat terjadi perdebatan antara masyarakat dan pihak perusahaan. Masyarakat kemudian meminta Iwan selaku Direktur PT WTC datang ke pelabuhan. Begitu Iwan datang langsung dikerumuni ratusan warga. Tak lama berselang, bersama aparat desa, ribuan warga lainnya mendatangi Pelabuhan Kayu Ara 10 kemudian membawa Iwan ke kantor desa. Demi keamanan, Iwan pun dikawal ketat aparat dari Polres Bateng. Akhirnya Iwan dibawa ke Mapolres Bateng  guna dimintai keterangan atas aktivitas penambangan pasir kuarsa di kawasan HL tersebut.
Jauh sebelum kekesalan memuncak, dengan advokasi Walhi, pada Agustus 2015 lalu warga Desa Perlang sempat menggelar demo di depan kantor PT WTC dan di depan kantor Bupati Bateng. Direktur Walhi Babel, sewaktu masih dijabat Ratno Budi , dan Yadi (salah satu Koordinator Lapangan) menyampaikan beberapa tuntutan mereka ke Kantor Bupati. Di antaranya menuntut Bupati Bateng Erzaldi Rosman mencabut Surat Keputusan Bupati Bangka Tengah Nomor: 188.45/003/IUP-OP/DPE/2012 tentang penyesuaian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi PT WTC yang ditetapkan pada 30 April 2012 masing-masing seluas 150,4 Hektar dan 46,2 Hektar. Juga menuntut Erzaldi mencabut Surat Bupati Bateng Nomor 522/2429/DPK/2013 tanggal 30 Mei 2013 tentang rekomendasi izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan stockpile (penumpukan pasir), jalan menuju stockpile dan dermaga atas nama PT WTC seluas 14,31 hektar. Meminta Erzaldi tidak mengeluarkan izin apapun lagi di lokasi eks tambang PT Koba Tin, di mana lokasi Desa Perlang dan sekitarnya tersebut terdapat banyak Sumber Daya Alam berupa pasir kuarsa.


Selanjutnya, mereka mendesak Erzaldi mendukung penuh masyarakat Desa Perlang menutup total semua aktivitas tambang pasir kuarsa tersebut. Lalu mendesak Bupati Bateng memproses pencabutan segala izin terkait tambang pasir kuarsa --baik hukum ataupun administratif-- sebelum masa jabatannya berakhir.
Ratno Budi menyebutkan banyak masalah yang menyelimuti PT WTC. "Perusahaan itu mendapatkan IUP OP (Izin Usaha Penambangan Operasi Produksi) tanpa dilengkapi Amdal. “Ini aneh, karena untuk mendapatkan IUP OP, Amdal harus ada terlebih dulu. Bagaimana bisa IUP OP terbit tanpa ada Amdal. Pihak perusahaan mengaku mengantongi UKL-UPL, sedangkan untuk penambangan terbuka harus ada Amdal bukan UKL-UPL," ungkapnya.
Selain itu, kata aktivis mantan wartawan ini, PT WTC melanggar aturan Undang-undang Kehutanan karena menggunakan kawasan hutan lindung untuk membangun dermaga jeti tempat sandar kapal dan tongkang guna pengangkutan serta pengapalan pasir kuarsa. Termasuk menggunakan kawasan hutan lindung buat tempat menimbun pasir hasil penambangan.
Demo tersebut menghasilkan kebijakan Wakil Gubernur Provinsi Bangka Belitung, Hidayat Arsani, yang menghentikan penambangan pasir kuarsa milik PT WTC di Desa Perlang, Kecamatan Lubuk Besar, Kabupaten Bangka Tengah, pada awal Agustus 2015 lalu. Tapi tidak berapa lama PT WTC kembali aktif menambang pasir.
Tak puas dengan kondisi yang ada, awal Oktober 2015, ungkap Koordinator Lapangan Yadi, warga Desa Perlang melaporkan kasus ini ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI dan ke Mabes Polri di Jakarta. Mereka mendatangi Sekretariat Penanganan, Pengaduan Kasus Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Di sana warga membeberkan kasus  perambahan kawasan hutan lindung Kayu Ara 10 seluas 14,31 hektar di Desa Perlang yang dilakukan oleh PT WTC. Perusahaan memanfaatkan kawasan hutan lindung itu buat jalan, stockpile, terminal hingga pelabuhan bongkar muat pasir kuarsa.
“Benar kami sudah lapor ke KLHK RI. Laporan kami diterima langsung oleh Ari Widyanto dan Risty selaku staf Sekretariat Pengaduan Kasus Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kami ke pusat ini karena kami percaya di negeri ini masih ada pejabat yang bersih. Kami minta ada tindakan tegas atas aktivitas tersebut. Mereka telah melanggar UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan,” ungkap Yadi.
Terpisah, Manajer Kampanye Walhi, Edo Rahman, mengatakan Walhi telah memfasilitasi warga Desa Perlang ke KLHK serta ke Mabes Polri untuk melaporkan kasus tambang pasir kuarsa ilegal PT WTC. “Ya, kami minta usut tuntas. Siapa yang terlibat harus bertanggung-jawab di mata hukum. Karena mereka sudah melakukan pengrusakan lingkungan dan perambahan hutan lindung,” jelas Edo ketika menerima laporan warga Desa Perlang di kantor Walhi di Jakarta, Selasa (6/10/2015).
KLHK RI langsung merespon dengan menurunkan Tim Penanganan Pengaduan Kasus Lingkungan Hidup dan Kehutanan  ke lokasi penambangan pasir kuarsa Desa Perlang, Rabu(7/10). Kehadiran Tim disambut hangat warga. Warga  menunjukkan titik perambahan kawasan hutan lindung Kayu Ara 10, hingga lokasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas sekitar 200 hektar yang diterbitkan Bupati Bateng Erzaldi Rosman.
Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK RI, Rasio Ridho Sani, menjelaskan Tim mendapati  bahwa jalan, stockpile hingga pelabuhaan bongkar muat pasir yang dilakukan oleh PT WTC masuk kawasan hutan lindung pantai. “Kalau terbukti bersalah, maka kami berikan sanksi ke PT WTC,” kata Rasio Ridho Sani.
Tim telah mengumpulkan bukti, berupa titik koordinat hingga dokumentasi beberapa alat berat dan tongkang serta tug boat yang berada di kawasan hutan lindung pantai Kayu Ara 10. “Alat berat dan tongkang serta tug boat itu menjadi barang bukti beraktivitasnya PT WTC di kawasan hutan lindung tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan lindung dari KLHK,” ujar pria yang akrab disapa Roy ini.
Dalam waktu dekat pihaknya memanggil manajemen PT WTC untuk dimintai keterangan ihwal aktivitas mereka. “Bila mereka tidak bisa menjelaskan kenapa melakukan aktivitas tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan lindung, maka ya siap-siap saja mendapatkan sanksi,” tegasnya.
Repotnya, data di tangan warga dan Walhi berbeda dengan data pihak Polres Bateng. Tahun 1996 saat PT  Koba Tin masih beroperasi,  PT  WTC membuat perizinan penambangan di Desa Perlang untuk melakukan eksploitasi pasir kuarsa. Menurut Kapolres Bangka Tengah, AKBP Roy Ardhya SIK, ketika izin dikeluarkan, Kementrian Kehutanan belum menetapkan kawasan Kayu Ara 10 sebagai kawasan hutan lindung (HL). “Baru pada Desember 2012, kawasan tersebut ditetapkan masuk ke dalam HL,” ungkap Roy Ardhya.
Sejak Kontrak Karya (KK) PT  Koba Tin tak diperpanjang lagi pada 2013,  PT WTC mengajukan izin pinjam pakai kawasan HL ke Kementrian Kehutanan. ”Sebelumnya Pemkab Bateng dan Pemprov Babel mengeluarkan rekomendasi saja. Setelah dua tahun proses dijalani terkait segala sesuatunya, termasuk Amdal, awal Oktober 2015 ini keluar izin,” tuturnya.
Kapolres menambahkan bahwa IUP PT WTC seluas sekitar 200 hektar yang sebelumnya dikeluarkan Pemkab Bateng pada 2012 tidak ada masalah, “Yang dituntut masyarakat hanya masalah akses jalan yang berada di kawasan HL seluas lebih kurang 14 hektar,” jelas Roy.
Menurutnya, kasus akses jalan ini memanas terjadi pada Selasa (6/10) lalu sehingga pihak Direktur PT WTC, Iwan, terpaksa diamankan di Polres Bateng untuk dimintai keterangan. Dan  dua hari berselang pihaknya juga mengamankan dua unit dump truck yang melakukan aktivitas bongkar muat pada hari itu..
“Supaya dapat legitimasi masyarakat Perlang, Direktur PT WTC  dan dua  dump truk kapasitas 20 kubik bernopol B 9547 UYU dan satu dump truk lainnya tak berplat nomor sementara ini kami sita di Mapolres Bateng,” ujar Kapoles Bateng. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar