ad

Senin, 03 Agustus 2015

Yang Antikorupsi Yang Tersangka

Mengantongi piagam penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Award ternyata bukanlah jaminan aman mantan Dirut PLN Nur Pamudji dari bidikan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
                          
Seolah tak mau kalah dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terus unjuk gigi mencokok tersangka koruptor, Badan Reserse Kriminal Polri menunjukkan tajinya. Bukan lagi kasus remeh temeh dan pribadi tapi kasus yang menyangkut hajat hidup industri.
Ya, pertengahan pekan lali Bareskrim Polri menetapkan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara periode 2011-2014 Nur Pamudji sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan bahan bakar minyak high speed diesel atau solar industri pada PT PLN tahun 2010. Saat kasus ini terjadi, Nur Pamudji menjabat Direktur Energi Primer PT PLN.
”Dari gelar perkara yang telah kami lakukan, yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka terkait tindak pidana pengadaan BBM jenis high speed diesel (HSD),” jelas Kepala Subdirektorat I Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Komisaris Besar Adi Deriyan Jayamarta di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (23/7).
Sementara itu Nur Pamudji yang sekarang menjadi ujung tombak Unit Pelaksanaan Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional (UP3KN) enggan berkomentar mengenai penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Saat dimintai tanggapan lewat pesan singkat, sebagaimana ditulis print.kompas.com, dia menjawab dengan ucapan selamat Idul Fitri.
Setelah tak lagi menjabat sebagai Direktur Utama PLN, Nur Pamudji ditunjuk oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said menjadi Kepala Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional.
Kebutuhan BBM
Kasus yang menjerat Nur Pamudji terjadi saat PLN dipimpin Dahlan Iskan. Kasus itu berawal dari kebutuhan PLN terhadap BBM sebesar 9 juta ton. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dibuka tender pengadaan sebesar 2 juta ton yang dibagi dalam lima tender. Sementara 7 juta ton lainnya disediakan oleh Pertamina tanpa lelang.
Dari proses lelang, satu kontrak dimenangi penawar terendah, yaitu Pertamina, dan empat lainnya dimenangi oleh Shell. Namun, lantaran Shell merupakan perusahaan asing, empat kontrak tersebut ditawarkan kembali kepada produsen dalam negeri. Hasilnya, empat proyek pengadaan tersebut ditangani oleh PT Trans Pacific Petrochemical Indotama dan Pertamina, masing-masing bertanggung jawab terhadap dua proyek.
Berdasarkan proses ini, ada dua harga yang berbeda dalam pembelian BBM oleh PLN dari Pertamina. Harga pertama merupakan pembelian langsung untuk 7 juta ton HSD. Harga kedua berasal dari proses lelang dan dimenangi Pertamina.
Dalam kasus ini, menurut Kepala Subdirektorat I Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Komisaris Besar Adi Deriyan Jayamarta, Nur Pamudji disangka sebagai pengguna dari BBM tersebut. Dia dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Nomor 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Kerugian negara dalam kasus itu hingga saat ini belum diketahui.
”Kami akan perdalam lagi melalui pemeriksaan lanjutan yang akan diagendakan dalam waktu dekat. Apabila yang bersangkutan bisa diperiksa pekan depan, kami akan lakukan,” kata Adi.
Rupanya Nur Pamudji tidak hanya dibidik oleh Bareskrim polri. Dia juga tengah diintip leh Kejaksaan Agung. Saat ini, Kejaksaan Agung sedang menyelidiki kasus yang diduga ada keterkaitan dengan Nur Pamudji. Kasus tersebut adalah dugaan korupsi dalam proyek pengadaan Flame Turbine Gas Turbine 2.1 dan 2.2 PLTGU Blok 2 Belawan, Sumatera Utara, senilai Rp23,9 miliar.
Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Khusus pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Sarjono Turin mengungkapkan bahwa pihaknya sempat memeriksa Nur Pamudji terkait penggunaan uang Rp23,9 miliar yang berasal dari PT PLN.

Uang tersebut digunakan sebagai jaminan agar mantan Manajer PT PLN Sektor Pembangkit Belawan Ermawan Arief Budiman yang menjadi terpidana dalam proyek Flame Turbine PLTGU Blok 2 Belawan tidak ditahan. Ermawan lalu menjadi tahanan kota dan akhirnya malah kabur ketika akan dieksekusi pada 5 Mei 2015.
Kriminalisasi saja
Menanggapi penetapan status pada diri Nur Pamudji, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said sangat menyayangkan. Dia mengatakan, Nur Pamudji  memiliki reputasi sangat baik dalam hal pemberantasan korupsi di tubuh PLN. Bahkan, Nur Pamudji menyabet gelar Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA).
"Dapat penghargaan Bung Hatta anti korupsi, saya kira  semua yang berhubungan dengan PLN tahu bagaimana reputasi Pak Nur, orang yang lurus, orang yang jaga governance," kata Sudirman.
Berbekal reputasi yang baik tersebut, Sudirman menjadikan Nur Pamudji sebagai ujung tombak (Kepala) Unit Pelaksanaan Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional (UP3KN), meski Nur telah lengser dari jabatan Direktur Utama PLN.
"Kita belum dapat pemberitahuan jadi, saya mengambil pak Nur. Reputasi beliau sebagai profesional bersih," tutur Sudirman.
Sudirman menuturkan, meski ditetapkan sebagai tersangka, Nur Pamudji masih menjabat di UP3KN. Sudirman berharap penetapan tersebut hanya kriminalisasi saja.
"Jadi mudah-mudahan ini semata-mata hanya kriminalisasi, saya tidak ambil keputusan apa-apa kecuali nanti ada sesuatu yang material, masih tetap di UPK3KN," tutup Sudirman. (*)

Penerima Penghargaan Antikorupsi 2013
Tahun 2013, Nur Pamudji (saat itu menjabat Direktur Utama PLN) dinobatkan sebagai tokoh anti korupsi oleh Perkumpulan Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA). Dia dinobatkan berkat upayanya memberantas dan mencegah korupsi di tubuh BUMN penyedia listrik itu. Dia dinilai memenuhi kriteria sebagai individu yang tidak korupsi dan mempunyai komitmen kuat membersihkan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di PLN.
Ketua Dewan Juri BHACA 2013, Betti Alisjahbana, pernah mengatakan Nur Pamudji dianggap layak mendapatkan BHACA 2013 karena melalui program “PLN Bersih No Suap” yang bertujuan untuk memastikan terciptanya good corporate governance (GSG) di perusahaan tersebut. Nur telah mereformasi sistem pengadaan barang dan jasa serta pelayanan pelanggan PLN.
"Dia mempunyai komitmen untuk menjadikan PLN sebagai perusahaan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme," terang Betti.
Dalam perjalanan bekerjanya di PLN, Nur Pamudji pernah pula memotong mekanisme proyek yang sebelumnya dilakukan lewat perantara atau trader menjadi jual-beli langsung dengan produsen.
Seperti ketika dalam pengadaan trafo, Nur Pamudji waktu itu masih menjabat general manager menerima laporan dari salah satu staf Bank Dunia, harga trafo yang dibeli Indonesia cukup tinggi. Dia langsung melakukan investigasi kebenaran laporan Bank Dunia itu.
Hasilnya, setelah PLN melakukan pembelian langsung ke produsen, PLN  dapat menghemat lebih dari setengah harga trafo biasanya. Ada mata rantai pengadaan trafo yang dibuang oleh Nur Pamudji. Dan langkah menghilangkan trader ini menghemat keuangan PLN yang relatif terbatas.

Nur Pamudji mengaku kaget dan tidak menyangka dirinya menerima predikat tersebut. Ternyata usaha-usaha yang dilakukan internal PLN dalam memberantas dan mencegah korupsi melalui “PLN Bersih” itu diamati oleh pihak luar dan diapresiasi. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar