ad

Selasa, 28 Juli 2015

Thailand Termasuk Negara Terburuk dalam Memerangi Penyelundupan Manusia


STR / AFP Aparat keamanan dan tim penyelamat Thailand saat memeriksa salah satu lokasi kuburan massal yang diduga berisi jasad para imigran Rohingya dan Banglades di sebuah hutan di dekat perbatasan dengan Malaysia.
 
Pemerintah Amerika Serikat, Senin (27/7/2015), menuduh Rusia, Thailand, Iran dan Libya tak melakukan tindakan yang cukup untuk memberantas penyelundupan manusia.

Pernyataan itu muncul dalam sebuah laporan tentang masalah ini yang oleh Kementerian Luar Negeri AS disebut sebagai sebuah perbudakan modern.

Keempat negara itu, ditambah venezuela, Aljazair, Suriah, Yaman, Korea Utara, Sudan Selatan dan Zimbabwe menempati peringkat terbawah dalam peringkat tahunan yang disusun Kemenlu AS dan diumumkan Menlu John Kerry.

"Penyelundupan manusia adalah sebuah penghinaan terhadap martabat manusia dan serangan terhadap kebebasan," ujar Menlu AS John Kerry saat meluncurkan laporan ini.

Di sisi lain, Malaysia yang tahun lalu juga masuk peringkat terbawah, tahun ini naik peringkat ke Level 2 setelah Kuala Lumpur memperlihatkan upaya signifikan dalam memerangi penyelundupan manusia.

Negara-negara yang masuk Level 3 adalah negara-negara yang dianggap menghormati norma-norma atau hukum internasional terkait penyelundupan manusia dan tidak melakukan tindakan untuk memberantas kejahatan ini.

Rusia sejak 2013 selalu masuk ke dalam level terendah, sebuah kondisi yang memicu kemarahan Moskwa. Sementara China pada 2014 sudah naik ke level dua.

Sementara itu, sebagian besar negara Barat, khususnya di Eropa dan Australia serta Israel, Taiwan dan Armenia, menduduki peringkat teratas. Negara-negara itu diapresiasi karena upaya kerasnya memberantas penyelundupan manusia dan tetap berada dalam standar internasional.
Menurut Organisasi Buruh Intenasional (ILO), penyelundupan manusia merupakan sebuah "bisnis" yang menghasilkan perputaran uang sebesar 150 miliar dolar AS setahun. Di antara jumlah itu, 99 miliar dolar AS berputar di industri seks.

sumber: http://internasional.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar