ad

Kamis, 12 Maret 2015

Remunerasi Kejaksaan Tak Jamin Jaksa Nakal Hilang



Indonesia Corruption Watch menilai remunerasi di instansi Kejaksaan Agung tidak lantas menghilangkan oknum jaksa nakal. Bahkan menurut peneliti hukum ICW Donal Fariz, remunerasi tidak efektif untuk mencegah korupsi di instansi tersebut.
"Remunerasi bukan solusi terhadap jaksa nakal. Seharusnya Kejaksaan Agung berbenah diri dan memaksimalkan pengawasan ke jaksanya," kata Donal saat dihubungi wartawan, Ahad (13/2).

Sebab, korupsi di tubuh Kejasaan Agung tidak hanya ditimbulkan oleh upah jaksa yang tidak besar. Melainkan karena rendahnya integritas para jaksa." Problemnya bukan karena gaji tapi pada moralitas dan mentalitas buruk para oknum. Karenanya perlu pengawasan ketat," ujar dia.

Di tempat berbeda, Wakil Koordinator ICW Emerson Junto menyatakan tingkat renumerasi itu bisa jadi disalahgunakan sebagai batasan para penegak hukum dalam menerima suap. Misalkan, kata dia, dengan renumerasi jaksa menerima gaji Rp 10 juta.

"Saat menerima suap angka itu jadi patokan titik terendah terima duit. Masak terima suap kurang dari gaji," kata Emerson.

Jumat 11 Februari kemarin KPK membekuk jaksa intelijen Kejaksaan Negeri Tangerang, Dwi Seno Wijanarko yang diduga memeras pegawai Bank Rakyat Indonesia cabang Ciputat, Tangerang. Dari penangkapan itu, penyidik menyita barang bukti berupa duit senilai Rp 50 juta. Atas dugaan pemerasan itu, penyidik menjerat Dwi sebagai tersangka menggunakan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (www.tempo.co)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar