ad

Rabu, 17 September 2014

"Hakim Agung Itu Harus Manusia Paripurna"


Moral hakim kini terkikis birokrasi.
Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki di ruang kerjanya

Komisi Yudisial (KY) telah menyerahkan lima nama calon hakim agung ke Dewan Perwakilan Rakyat pada Rabu 20 Agustus 2014. Kelima calon hakim agung itu menjalani uji kepatutan dan kelayakan hingga Senin 15 September 2014.

Dari 10 hakim yang dibutuhkan Mahakamah Agung (MA), KY hanya bisa menemukan lima orang saja yang dinilai cocok menduduki posisi hakim elite itu. [Baca: Profil 5 Calon Hakim Agung yang Diusulkan KY]
Dalam wawancara khusus VIVAnews, Ketua KY Suparman Marzuki mengungkap betapa sulitnya mencari hakim yang memiliki standar tinggi untuk duduk sebagai hakim agung. Dari 8.400 hakim yang ada, Suparman mencari sosok manusia setengah dewa.
Maklum saja, MA adalah pengadilan tertinggi yang bertugas menjaga agar semua hukum dan undang-undang di Tanah Air diterapkan secara adil, tepat, dan benar. "Dibutuhkan manusia paripurna," kata Suparman.

Mereka yang terpilih harus memiliki integritas dan potensi. Dua syarat inilah, menurut Suparman, yang sulit ditemukan di tengah-tengah banyaknya hakim yang terjerat kasus dari suap hingga perselingkuhan.

Dalam wawancara ini, Suparman juga menyinggung soal bagaimana moral hakim yang kini mulai terkikis karena atmosfer birokrasi yang terlalu hiruk-pikuk di pengadilan. Padahal, dunia hakim harus imun dan sakral.

Sepanjang 2009 hingga 2013 saja, KY telah memecat 25 hakim yang dianggap melakukan pelanggaran berat. Inilah yang menjadi tugas berat KY untuk melahirkan peradilan yang adil, tepat, dan benar, dia harus memasang mata dan telinga untuk membidik hakim nakal dan merekrut manusia paripurna untuk ditempatkan di pengadilan tertinggi, Mahkamah Agung.
Pria kelahiran Lampung, 2 Maret 1961 ini, aktif dalam berbagai kegiatan kampus dan pada akhirnya mengabdi sebagai dosen di almamaternya, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII).

Pendidikan formal Strata 1 diselesaikan Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY itu di FH UII Yogyakarta pada tahun 1987. Selanjutnya, tahun 1997, Suparman menyelesaikan pendidikan strata dua di Fakultas Sosial dan Politik UGM. Kemudian, gelar doktor diraihnya pada tahun 2010 melalui Progam Doktoral UII.
Berikut wawancara lengkap VIVAnews dengan Ketua KY Suparman Marzuki ketika ditemui di kantornya, baru-baru ini:
Berapa hakim agung yang dibutuhkan MA, saat ini?
Yang dibutuhkan MA 10 orang hakim, karena sesuai dengan permintaan. Tetapi kita tidak bisa menemukan orangnya sehingga yang bisa kita loloskan ke DPR hanya 5 orang.

Apa kesulitan KY? Mengapa sulit menemukan calon hakim agung?

Hakim agung ini kan satu posisi profesi di bidang kehakiman yang tinggi. Dibutuhkan manusia paripurna. Dia harus memiliki integritas dan potensi, kita memiliki kesulitan menemukan dua syarat ini pada calon-calon yang diajukan ini. Itu sulitnya seleksi. Ada yang memenuhi kualifikasi, kompetensi tetapi integritasnya tidak cukup untuk menjadi hakim agung. Ada yang sebaliknya integritasnya lumayan, tetapi kompetensinya kurang.

Di antara integritas dan kompetensi, menurut KY mana yang lebih penting?

Dua-duanya penting dan harus. Karena orang jujur, amanah itu akan melahirkan putusan yang tidak sekedar adil, tetapi juga memiliki bobot, memiliki sumbangan bagi pembangunan peradaban hukum bagi masa depan hukum di Indonesia. Tetapi karena kita dihadapkan dalam pilihan, maka integritas nomor satu karena kejujuran itu tidak bisa dicari, tidak ada sekolahnya. Tetapi kalau orang kurang pintar dia bisa belajar.

Apa kelebihan lima orang itu sehingga KY mengajukan mereka ke DPR?

Kelima-limanya karier, senior, dan memiliki intergritas serta kompetensi yang bagus, serta kesehatan juga bagus. Ada orang yang memenuhi kompetensi dan integritas tetapi tidak sehat, juga tidak bisa kita loloskan. Karena tekanan yang terjadi di MA itu tinggi.

Anda sudah mengetahui bagaimana hasil fit and proper test di DPR?

Saya tidak memantau, tetapi kita sudah prakondisi pada Komisi III DPR. Dalam rapat konsultasi kita menjelaskan, membeberkan, menampilkan, siapa mereka, dan mengapa KY meloloskan mereka sampai ke DPR. Harapan kami, pemaparan tentang calon-calon ini membantu komisi III melihat setiap calon secara komprehensif.

Tahun lalu, DPR dan KY berbeda pandangan mengenai calon hakim MA. Menurut Anda kenapa?

Saya melihat perbedaan ini bagian dari transisi demokrasi. Negara hukum-- kalau mau berpikir dan memajukan cara pandang kita-- KY kan lembaga negara yang dibentuk dari UUD 1945, nah, oleh UUD 1945 diberi kewenangan untuk melakukan seleksi hakim. Jadi seleksi ada di sini, lembaga negara lain harusnya percaya, jadi saling percaya pada institusi negara ini yang sedang dalam proses tumbuh. Dalam negara yang sedang tumbuh, percayakan saja pada KY. Dia bekerja berdasarkan UUD 1945, dan KY menyampaikan ke DPR sebagai lembaga negara lain.

Itu (diserahkan ke DPR) perlu untuk legitimasi jadi tidak ada lagi seleksi di situ. Itu hanya cap politiknya, tetapi di teman-teman DPR mereka pikir masih bisa melakukan itu (seleksi). Menurut saya, ini interpretasi yang muncul dalam suatu negara transisi.
Tidak apa-apa silakan kalau mereka punya tafsir. Tetapi penjelasan kami terhadap lima orang ini bisa membantu DPR untuk membahas lebih komprehensif. Karena mereka itu telah melalui tes yang panjang dan mendalam, sehingga tidak ada lagi yang perlu digali.

Menurut Anda, apa yang membuat DPR berbeda pandangan dengan KY?

Saya tidak tahu apa yang menyebabkan itu, tapi kepentingan kita hanya menjelaskan.

Belajar dari tahun lalu karena ada masalah dengan DPR, apakah ada perbedaan proses seleksi hakim agung tahun ini?

Tidak ada, sama persis, tidak ada perbedaan sama sekali.

Saat ini, banyak sekali hakim yang dipecat dan berurusan dengan hukum. Dari catatan KY ada berapa kasus yang KY tangani terkait hakim yang nakal?

Kalau kasus tidak banyak, sedikit sekali. Jumlah hakim kita kan 8.400 orang. Nah, yang melakukan penyalahgunaan wewenang itu tidak banyak secara kuantitatif, kalau laporan banyak. Tapi hakim itu meskipun yang dilaporkan dan terbukti hanya tiga orang misalnya dari 8.000 sekian, tidak boleh dianggap kecil. Karena ini hakim.

Hakim itu manusia paripurna, kalau satu atau dua hakim menyalahgunakan wewenangnya nilainya besar sekali. Nilai substansial dari tindakan sangat besar. Tetapi secara kuantitatif tidak banyak tapi secara kualitatif itu serius.

Pertahun ada laporan berapa mengenai hakim nakal ini?

Saya angkanya tidak ingat. Setiap tahun kita ada menyampaikan rekomendasi sanksi, di antara yang sedikit kita lakukan adalah majelis kehormatan hakim dengan usulan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat atau dengan hormat. Jadi ada peningkatan per tahun.

Bagaimana proses pemberian sanksi itu?

Pelanggaran itu kita kategorikan dalam dua kelompok besar, pelanggaran perilaku murni dan pelanggaran profesional. Perilaku murni itu bisa di dalam dan di luar sidang, di luar sidang itu berjudi, minum keras, dan selingkuh. Di dalam persidangan ada yang tertidur, ada yang asyik main handphone.
Serta yang terkait poses persidangan, misalnya, memimpin sidang tidak imparsial, memihak, atau melakukan kekeliruan. Laporan itu kita periksa di sini, kita cari keterangan saksi, keterangan pelapor. Dan buktinya bisa putusannya, berita acara sidang, apakah ada rekaman. Kalau di dalam sidang dinyatakan terbukti, tinggal sanksinya, sesuai dengan berat ringannya kesalahan.

Pelanggaran apa yang banyak dilakukan oleh hakim?

Memang banyak dilaporkan itu putusan persidangan, itu 60 persen, perilaku murni 30 persen.

Pelanggaran seperti apa yang membuat seorang hakim dipecat?

Kalau itu perilaku murni sudah memalukan sekali, berulang dan terbukti melakukan, atau terima uang, memeras itu rekomendasikan diberhentikan. Tetapi kalau bertemu pihak berperkara tidak ada bukti transaksi dia tetap diberi sanksi tetapi tidak sampai diberhentikan, karena sanksi ini ada nilai edukasinya untuk dia memperbaiki dirinya. Selingkuh mayoritas diberhentikan.

Sudah berapa hakim yang dipecat?

Yang diberhentikan Majelis Kehormatan Hakim sepanjang 2013 ada 7 hakim, dari 2009-2013 sudah 25 hakim, tahun ini saja, besok ada empat yang akan diberhentikan. Ada peningkatan setiap tahun.

Kenapa ada peningkatan setiap tahun?

Asumsinya ada dua. Pertama, pengawasan kurang. Atau kedua, pengawasan makin efektif, jadi ketahuan. Ini bagian dari fenomena umum manusia yang melanda hakim juga.
Saya kira perbaikan dan pembenahan jangka panjang jadi satu-satunya cara menghentikan ini, tetapi dalam jangka panjang. Kalau diberhentikan inikan hanya untuk syok terapi, nilai kejut.  Dalam waktu sebentar saja dan kelihatan kembali kesadarannya, lalu melakukan pelanggaran.
Seperti korupsi, nggak ketulungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan orang, tetapi toh korupsi masih ada. Jadi dia hanya punya efek sementara. Ketika daya kejut itu melemah, kesadaran dampak itu akan hilang.

Atmosfer sakral dalam dunia peradilan memang belum tercipta. Tetapi sekarang atmosfer yang birokrasi pada umumnya, hiruk-pikuk kadang out of control.  Seharusnya dunia hakim adalah dunia yang imun, hakim itu merokok sembarangan aja nggak boleh kok. Ini belum tumbuh karena lingkungan tempat bekerjanya belum begitu.

Dalam terminologi itu ada slum area, di situ tumbuh terminologinya, orang yang tumbuh dalam perjudian potensi terminologinya tinggi dia juga akan berjudi. Begitu juga kita kalau kita tumbuh dalam dunia seperti itu akan membuat kita akan reduksi nilai, pertama kita anggap itu permisif, lama-lama kita menjadi bagian dari kebiasaan.

Di Indonesia ini jauh lebih banyak orang baiknya, tetapi karena proses seleksi tidak memungkinkan orang baiknya ini bisa kita raih, biasanya orang baik itu malas ikut seleksi karena modelnya tidak membuat enjoy.

Di pengadilan apa yang membuat atmosfer sakral itu tidak ada?

Pertama, suasana di internal hakim kan sama dengan birokrasi. Kedua, gedung pengadilan kita ini terlalu terbuka dengan publik jadi ruang sidangnya langsung berhadapan dengan jalan umum. Kadang-kadang hakimnya keluar masuknya bareng-bareng dengan terdakwa, pengacara, jaksa, padahal itu tidak boleh.
Ruang hakim itu seharusnya aman dan nyaman. Aman itu bukan dari ancaman fisik, tetapi aman dari adanya fitnah karena misalnya masuknya sama-sama difoto, lalu terlihat hakim sedang mengobrol dengan pengacaranya, karena hakim harus muncul dari balik ruang sidang.
Suasana di persidangan itu tidak didesain sebagaimana harusnya pengadilan, jadi seperti kantor saja itu, di mana hiruk-pikuk orang keluar masuk pengadilan biasa saja.

Ada beberapa kasus hakim selingkuh. Bagaimana KY mengatasi hal ini?

Kalau diasumsikan hakim selingkuh karena pisah dengan istrinya ya nggak juga, karena ada juga yang serumah kok. Ini menyangkut moralitas pribadi, karena itu upayanya tidak boleh seperti kita mengatasi genteng bocor, lalu ditadahi di ember. Bukan begitu caranya. Ini fenomena, bukan lagi gejala. Oleh karena itu mulai rekrutmen hakim tingkat satu, harus sudah dikerangkakan dengan benar.

Calon hakim yang baik itu harus dideteksi sejak kuliah hukum. Ini tugas fakultas hukum, mendeteksi, mengamati, dan memberikan bimbingan, kalau perlu ada proses pendidikan tersendiri. Orang-orang baik ini direkomendasikan untuk ikut seleksi hakim.
Proses seleksi juga harus fair, objektif, trasparan. Penempatannya juga harus transparan. Itu adalah pola yang akan membuat kehidupan hakim kondusif di masa depan. Jadi bukan itu (jauh dari istri) penyebabnya. Setidak-tidaknya saya meragukan kalau itu penyebabnya. Ini murni moralitas pribadi.

Cara mencegah hakim tak selingkuh?

MA punya kewenangan besar. Mungkin dalam upaya menekan, dalam waktu yang pendek, keluarga hakim jangan dipisah. Ini upaya yang bisa dilakukan.  Tetapi, jangan lantas berasumsi bahwa upaya itu cespleng mengatasi problem itu, karena itu menyangkut kepribadian orang.

Kalau dia punya moral yang kuat punya integritas sebagai istri atau suami di manapun dia ditempatkan, dia tidak selingkuh. Apalagi dia dibentengi oleh banyak hal, mestinya dipikirkan. Sudah punya istri, anak, saya ini hakim, itu semua harus terus diingat. Upaya sosialisasi, pelatihan ini selalu kita kemukakan. Imbauan-imbauan yang sifatnya tergantung pada respons personal. MA juga sudah melakukan banyak upaya, seperti mendekatkan istri dan suami.

Usul KY untuk peradilan semakin baik?

Ke depan seleksi hakim sudah akan bersama MA dan KY. Lebih jauh kita sedang menyusun desain kerja sama yang mudah-mudahan direspons oleh fakultas hukum dalam menyeleksi calon hakim. Jadi mereka cobalah seleksi 10 atau 20 orang terbaik. Proses seleksinya transparan dan akuntabel sehingga orang yang punya potensi punya kesempatan jadi hakim. 
© VIVA.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar