ad

Sabtu, 20 Juli 2013

Peran Media Massa dalam Mencegah Konflik



Oleh Tifatul Sembiring
Menteri Komunikasi dan Informatika RI


Pengantar

Bangsa-bangsa di dunia sekarang sedang dihadapkan pada sebuah tata kehidupan baru dalam era globalisasi. Globalisasi telah mampu mengubah ritme interaksi antar umat manusia di berbagai belahan penjuru bumi dengan tanpa sekat, jarak, ruang dan waktu. Semua kejadian di berbagai sudut bumi akan dengan mudah diakses oleh siapapun. Kondisi ini disadari atau tidak akan berimplikasi pada tata nilai, moral dan akhlak umat manusia. Globalisasi dengan berbagai implikasi adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari.

Sebagai sebuah bangsa yang besar, bangsa Indonesia perlu mengeliminir setiap dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari proses globalisasi. Dampak yang sangat nyata dari proses globalisasi bagi keutuhan dan integritas bangsa adalah mulai memudarnya semangat kebersamaan, semangat persaudaraan dan kekeluargaan, menipisnya tata nilai, moral dan akhak, serta berbagai efek negatif lain yang setiap saat bisa saja muncul akibat proses akulturasi antar bangsa. Implikasi tersebut kalau tidak dihindari akan berakibat pada disharmoni antar komunitas bangsa yang bisa menjadi pemicu terjadinya disintegrasi bangsa.

Integrasi Bangsa

Integrasi nasional yang merupakan cita-cita bersama lahir dari konsensus nasional dengan mengintegrasikan seluruh masyarakat Indonesia yang sangat plural. Pluralitas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) bersatu dalam satu kesatuan integrasi sosial, berjanji bersama untuk hidup dalam satu bangsa, dengan harapan agar dapat meraih suatu kesejahteraan bersama. Integrasi sosial yang dimaksudkan dalam hal ini adalah interaksi antar individu yang berhubungan dengan komunikasi simbolik, penyesuaian timbal balik, kerja sama dan pola adaptasi satu sama lain terhadap lingkungan yang lebih baik.

Namun juga tidak dapat dipungkiri, dalam realita kehidupan masyarakat sehari-hari, pluralitas etnik, agama, dan budaya yang berkembang tidak hanya menawarkan harmonisasi sosila yang baik, juga sedikit banyak menjadi masalah tersendiri dalam kehidupan kebangsaan. Pluralitas masyarakat belum sepenuhnya mampu menjadi kekuatan perekat bangsa. Juga seringkali muncul menjadi ancaman serius bagi runtuhnya integrasi sosial di tengah masyarakat. Konflik sosial karena sentimen etnik dan agama sudah terbiasa terjadi dalam interaksi atar umat beragama bahkan seringkali melahirkan banyak korban.

Integrasi nasional yang kuat tentu saja tidaj semata-mata memperhatikan aspek sosial, bagaimana komunitas berinteraksi dan melakukan kerja sama, tetapi harus juga memperhatikan semua aspek kehidupan masyarakat. Setidaknya integrasi nasional akan berhasil dengan baik jika terbangun tiga aspek modernisasi secara signifikan dan berimbang, yakni pembinaan bangsa (nation building), pembinaan negara (state builkding) dan pembangunan ekonomi.

Aspek pembangunan sosial yang berhubungan dengan relasi sosial dan kepercayaan masyarakat dengan elit juga sangat mendasar. Membangun ikatan sosial warga negara untuk terus mewujudkan komitmen bersama menjaga keutuham bangsa dan mendorong kemajuan yang lebih baik. Saatnya mengakhiri dikotomi-dikotomi yang muncul di tengah masyarakat, perbedaan antara jawa-luar jawa, militer-sipil, suku asli dan pendatang, indonesia asli dan keturunan, kaya dan miskin, serta dikotomi lainnya yang bisa merusak relasi sosial antar sesama. Karena sebagai warga Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam membangun kondisi bangsa yang lebih baik di masa depan.

Perbedaan yang ada di tengah masyarakat harus dijadikan sebagai rahmat, mengelola berbagai perbedaan, dan berupaya secara bersungguh-sungguh dalam membangun hubungan yang lebih baik. Saatnya menumbuhkan kesadaran bersama, bahwa kita semua sebagai warga negara adalah saudara dari ibu pertiwi tercinta. Tugas kita adalah menjaga dan memelihara negeri tempat di mana kita hidup berdampingan dengan saudara sebangsa. Kita semua bersaudara, maka perlu saling menjaga saudaranya masing-masing. Setiap masalah muncul, perlu dibicarakan secara baik agar tidak melahirkan masalah baru yang bisa lebih rumit penyelesaiannya.

Perlu agenda bersama dalam menyelesaikan problem sosial yang muncul khususnya konflik dan kekerasan sosial yang sering terjadi. Berupaya memahami situasi yang terjadi dan bertindak secara benar, lebih baik mencegah terjadinya konflik sosial dan upaya perdamaian secara berkelanjutan. Semua pihak harus terlibat dalam penyelesaian masalah yang terjadi, membedah akar masalahnya, mencari solusi yang tepat agar bisa diterima oleh semua kelompok masyaraka. Selain pemerintah, tokoh agama maupun tokoh masyarakat bisa menjadi mediator, konselor maupun rekonsiliator. Melakukan diskusi dengan pihak yang terkait dengan konflik. Mendapatkan data yang akurat, soal kebenaran masalah yang terjadi.

Penguatan integrasi nasional sangat penting untuk terus dilaksanakan khususnya dalam upaya membangun harmonisasi sosial dan perdamaian di tengah masyarakat. Agar agenda lainnya juga bisa berjalan secara baik, integrasi sosial tentu bukanlah penyatuan berbagai budaya dan identitas ke dalam satu kultur dan budaya baru, yang menghilangkan budaya aslinya. Tetapi lebih menguatkan rasa kebersamaan dalam suatu wilayah tentu di mana mereka tinggal, melepaskan simbol-simbol primordial yang lebih sempit.

Integrasi sosial yang harus terbangun bukan paksaan penguasa atau dibentuk oleh kelompok tertentu untuk kepentingan yang lebih sempit. Tetapi integrasi sosial yang alamiah berasal dari grass root. Kekuatan yang menjadi perekatnya juga ada dalam masyarakat, bisa norma, saling percaya, networking, dan berbagai persamaan dengan menggunakan pendekatan kultural. Nilai-nilai yang bisa menguatkan integrasi sosial harus mulai disosialisasikan sejak kecil, internalisasi nilai-nilai dasar ini sudah harus terbentuk dalam keluarga sejak dini. Karena norma sosial dan adat istiadat merupakan unsur yang mendasar yang mengatur perilaku masyarakat dalam berpikir dan bertindak, norma sosial juga memberikan pedoman untuk setiap individu dalam bersosialisasi dalam masyarakat.

Integrasi dan ketahanan sosial yang baik di tengah masyarakat, juga akan mampu menghadirkan kondisi solidaritas sosial yang kuat. Karena setiap individu menyadari bahwa sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri harus terbangun hubungan simbolis mutualistik dalam kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya, solidaritas sosial yang terbangun dengan baik, secara perlahan dan pasti, akan membangun integrasi sosial, integrasi nasional banhkan integrasi yang lebih universal adalah integrasi kemanusiaan yang lebih universal.

Untuk itu, agenda penguatan integrasi sosial yang kuat di tengah masyarakat tetap memperhatikan dua pendekatan yang mendasar, yaitu faktor struktural dan kultural. Faktor struktural mencakup peran dan konsistensi pemerintah dalam membangun kondisi kehidupan masyarakat yang lebih baik, mendorong kehidupan yang lebih harmonis dan lebih memberikan keadilan kepada semua pihak. Memberikan akses ekonomi, politik, dan sosial budaya tanpa kesuali kepada seluruh masyarakat. Sedangkan faktor kultural mencakup kesadaran masyarakat untuk saling menghormati dan mneghargai satu sama lainnya. Membangun sikap adaptasi masyarakat pada kultur yang berbeda, agar bisa mengurangi ketegangan-ketegangan yang timbul dalam kehidupan bersama.
Penguatan integrasi sosial dan upaya membangun persaudaraan sesama warga negara juga harus diperkuat dan lebih menyentuh pada aspek kekuasaan, yang kemudian lebih populer dengan integrasi politik. Adanya hubungan yang baik antara masyarakat denga elit politik, terintegrasi dengan berbagai kebijakan yang menguatkan harmonisasi sosial. Kebijakan sosial dan politik dalam mendorong tumbuhnya suasana damai dan harmonis di tengah masyarakat sangat penting artinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bangunan integrasi sosial yang dirawat oleh masyarakat tentu akan dilanjutkan dan diperkuat dengan berbagai langkah konkret pemerintah. Karena urgensi integrasi sosial bagi suatu bangsa sangat mendasar. Bahaya integrasi sosial lebih dahsyat, karena bisa menghancurkan suatu peradaban dan menghilangkan jejak sebagai sebuah kelompok atau identitas masyarakat tertentu.

Suatu hal lagi yang tidak bisa dilupakan oleh semua pihak termasuk pemerintah untuk terus memberikan apresiasi kepada organisasi masyarakat ataupun aktivis sosial yang selama ini bekerja dalam agenda penguatan integrasi sosial dan upaya pembangunan perdamaian. Ikhtiar mereka menjadi relawan sosial, mediator berbagai konflik dan kekerasan sosial di tengah masyarakat serta program pemberdayaan, telah memberikan pencerahan dalam kehidupan masyarakat.

Media Massa dalam Mengawal NKRI

Media massa memiliki peran yang penting dan strategis dalam menjaga dan mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai NKRI. Dalam era kebebasan pers seperti sekarang ini, media bisa berimplikasi positif maupun negatif. Kesadaran untuk menomorsatukan kepentingan bangsa dan negara dari para pelaku media dalam setiap tugas jurnalistiknya akan sangat berpengaruh terhadap perjalanan harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks inilah ada rambu-rambu yang perlu menjadi pegangan bagi pelaku media massa, antara lain:

Pertama, bahwa dalam menciptakan sebuah integrasi sosial yang utuh yang tercermin dari pola relasi sosial yang harmonis namun dinamis, peran media tidak bisa dihindari. Media massa bisa berperan positif dan negatif. Media massa dapat menjadi faktor yang menggerakkan potensi bangsa untuk hidup damai dan bersaudara tetapi di lain pihak media massa dapat berperan aktif dalam terjadinya disharmoni antar komunitas bangsa melalui pemberitaan yang tendensius dan provokatif. Pada konteks inilah pentingnya kesadaran dari para pelaku media massa untuk tidak mengorbankan kepentingan bangsa dan negara demi kepentingan yang lain, dengan kata lain pemberiataan yang disampaikan tetap dalam kerangka menjaga keutuhan bangsa dan negara sebagaimana asas dari penyiaran itu sendiri seperti yang tercanum dalam UU Penyiaran.

Kedua, komersialisasi media sering menjadi hantu dalam setiap tugas jurnalistiknya. Merujuk pernyataan Joseph Pulitzer, ketika komersialisme telah menjadi tujuan utama dalam industri media, maka saat itu media kehilangan kekuatan moral. Bila komersialisasi menjadi tujuan utama pelaku media, maka obyektivitas media dalam setiap peiputan dan pemberitaan menjadi tidak terjaga. Kualitas berita akan selalu mengiringi kepentingan bisnisnya. Negara dan bangsa akan dikorbankan untuk meraih sensasi bisnis yang lebih besar.
Di sisi lain, inisiatif damai yang berlangsung di masyarakat justru sepi pemberitaan sehingga tidak heran jika berkembang sinisme publik bahwa di media berlaku sebuah prinsip blood is news atau bad news is a good news. Di sini persoalannya bukan lagi sekedar akurasi, objektivitas dan netralitas media, namun lebih dari itu, sejauh mana media berkomitmen untuk menjadikan perdamaian dan integrasi sosial sebagai prinsip yang mengarahkan kerja peliputan dan pemberitaan.

Ketiga, dibutuhkan sinergisitas yang konstruktif antara media massa, dewan pers, komisi penyiaran, pemerintah dan juga masyarakat untuk terus mengkampanyekan setiap pemberitaan dan ekspos media yang edukatif, objektif, damai dan berorientasi pada peningkatan penguatan ketahanan sosial dalam rangka memperkuat jati diri dan identitas negara Indonesia. Peran masyarakat dalam mengendalikan konten penyiaran dapat dilakukan dengan cara memberikan masukan kepada komisi penyiaran sebagai institusi atau koasi negara yang diberikan kewenangan untuk mengontrol konten penyiaran.

Keempat, visi dan misi pers dalam turut memelihara idealisme dan perjuangan bangsa serta mencerdaskan bangsa harus senantiasa menjadi pedoman dalam keja jurnalistiknya. Pers harus mampu menjaga integrasi bangsa dan keutuhan NKRI dengan memelihara wawasan kebangsaan, mengahragai pluralitas, menyemarakkan demokrasi, dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Manifestasinya adalah kerja jurnalistik menonjolkan hal-hal yang merekatkan persatuan, menghormati perbedaam mengintensifkan dialog, mendorong kreativitas, tidak memberi tempat pada hal-hal yang memicu disintegrasi bangsa serta kemampuan pers untuk tidak memuat berita dan informasi yang dewasa ini masih sering dijumpai yaitu berita atau informasi yang menyesatkan.

Apabila semua pelaku jurnalistik mampu menjalankan tugasnya secara profesional, dan mengedepankan pertimbangan etik moral untuk kepentingan bangsa dan negara, hal tersebut akan menjadi sumbangsi terbesar dunia pers bagi harmonisasi kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. ***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar