Perkembangan dan perubahan zaman sangat cepat, terutama di bidang
teknologi yang meningkat pesat dan seakan tidak terbendung lagi. Saat
ini tak bisa dimungkiri perkembangan teknologi dunia maya atau internet
dari hari ke hari semakin canggih. Penyebarannya juga semakin masif
seiring kebutuhan masyarakat.
Seakan berjalan beriringan dengan perkembangan teknologi, kejahatan di
dunia maya atau sering disebut cybercrime juga semakin meningkat. Aneka
jenis dan modus cybercrime terus bermunculan. Bahkan, kejahatan yang
dulu dilakukan konvensional sudah banyak beralih ke cybercrime . Selain
karena susah dilacak, pelaku kejahatan juga tidak perlu terjun ke
lapangan. Semakin maraknya cybercrime ini dibuktikan dengan banyaknya
kasus yang ditangani kepolisian.
Berdasarkan data Satrekrim Polrestabes Surabaya sepanjang 2015 lalu,
sedikitnya ada 27 kasus cybercrime yang ditangani. Sayangnya, dari
jumlah tersebut baru 17 kasus yang diselesaikan. Di antara kasus
cybercrime yang ditangani adalah prostitusi online yang menggunakan
jaringan grup BBM (BlackBerry Messenger), kemudian menggunakan jaringan
online seperti media sosial Facebook , dan lainnya.
Prostitusi online ini semakin marak sehingga sulit dilacak karena lokasi
transaksi dilakukan online dan pertemuannya pun bisa di mana saja. Pada
2015 lalu, polisi mengungkap kasus prostitusi online yang melibatkan
artis Anggita Sari di Surabaya. Selain itu, perjudian, penipuan,
pencurian, dan pencemaran nama baik, juga banyak menggunakan jaringan
dunia maya. Indonesia menjadi sasaran empuk atas berbagai kejahatan
tersebut seiring semakin pesatnya jumlah pengguna internet.
Warga negara asing juga banyak berdatangan ke Indonesia untuk melakukan
penipuan online. Belakangan ini penggunaan mata uang virtual (virtual
currency ) juga banyak bermunculan di dunia maya. Seperti layaknya mata
uang pada umumnya, virtual currency juga bisa digunakan untuk transaksi.
Selain paypal, virtual currency yang lainnya adalah bitcoin . Munculnya
virtual currency ini juga membuka peluang terjadi kejahatan yang harus
diwaspadai.
Aneka macam kejahatan bisa muncul menggunakan virtual currency. Di
antaranya tindak pidana pencucian uang (TPPU). Termasuk juga kejahatan
lainnya. Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Takdir Mattanete
mengatakan, pada 28 Oktober 2015 lalu, pelaku bom di Mal Alam Sutra,
Serpong, Taggerang, Banten, menggunakan dana melalui transfer bitcoin .
Bitcoin memang sudah muncul sejak 2009 lalu yang dikembangkan seseorang
dengan nama samaran Satosi Nakamoto.
Namun, perkembangannya belakangan ini semakin pesat. Virtual currency
berupa bitcoin ini banyak digunakan di beberapa negara. Setidaknya sudah
ada 23 negara mengizinkan penggunaan bitcoin, d i antaranya Amerika
Serikat, Inggris, Australia, Kanada, Belanda, dan Korea Selatan.
Sementara tiga negara lain masih memperdebatkan penggunaan itu, yaitu
China, India, dan Taiwan.
AKBP Takdir Mattanete yang beberapa waktu lalu mewakili Kepolisian
Indonesia (Polri) untuk mengenyam pendidikan Countermeasures Againt
Cyber Crime (CAC) di Jepang mengungkapkan, ada modus-modus baru
penggunaan bitcoin. Menurutnya, kejahatan dengan virtual currency ini
sedang santersanternya digunakan oleh para gembong narkotika, teroris,
bahkan kelompok money laundry (pencucian uang) atau TPPU.
“TPPU bisa digunakan pelaku kejahatan yang menyimpan dana dari kejahatan
dan bitcoin . Untuk kejahatan lainnya seperti narkoba dari hasil itu
(bitcoin ) bisa saja timbul dan ada,” katanya. Peluang dengan
menggunakan bitcoin juga dibenarkan praktisi komputer yang pernah
tergabung dalam komunitas hacker , sebut saja Randy, bukan nama
sebenarnya. Dia mengatakan, kemungkinan para pelaku money laundry
menggunakan bitcoin untuk aksinya sangat besar.
Hal ini lantaran bitcoin yang berbasis pada transaksi maya bisa
menggunakan akun siapa saja. “Mudah saja. Pelaku money laundry
menggunakan akun orang lain untuk menyimpan uangnya dalam bitcoin wallet
. Dan ini agak susah terlacak. Terlebih lagi jika menggunakan akun dari
luar negeri. Sebab bitcoin ini adalah internasional,” katanya.
Randy melanjutkan, bitcoin juga bisa ditransfer ke siapa saja asalkan
sama-sama punya bitcoin wallet . Bitcoin juga bisa diuangkan ke seluruh
jenis mata uang di dunia ini. “Jadi bitcoin ini semacam membeli saham.
Jika permintaannya sedang banyak seperti saat ini, maka harganya bisa
meningkat,” katanya. Pakar hukum dari Universitas 17 Agustus 1945
(Untag) Surabaya, Otto Yudianto mengatakan, dalam kejahatan pencucian
uang seharusnya ada predikat crime.
Namun, yang menjadi persoalan saat ini adalah cybercrime hanya dijadikan
sebagai sarana. Semua orang bisa melakukan transaksi di jaringan maya
meski posisinya berada di mana saja. Demikian juga dengan pencucian uang
yang menggunakan sarana cybercrime , juga bisa dilakukan dari luar
Indonesia. Terkait dengan jenis kejahatan lainnya, seperti pendanaan
teror, transaksi narkoba, dan lainnya, Randy mengatakan sangat mungkin
dilakukan.
Bukti untuk dana teror sudah ada, sedangkan untuk transaksi narkoba juga
mungkin dilakukan, bahkan bisa sampai jaringan internasional. “Kadang
tiba-tiba ada kiriman barang ke salah satu alamat, padahal orang
tersebut tidak merasa memesan barang. Ini adalah modus sebab barang
tersebut sengaja dikirimkan pada alamat salah, kemudian pelaku kejahatan
akan mengambil barang itu dengan bilang. Maaf bu, barangnya salah
kirim,” kata Randy.
Selain digunakan untuk aksi kejahatan, bitcoin juga berpeluang besar
menjadi sasaran aksi kejahatan oleh para hacker dan tracker . Hal paling
bahaya adalah hacker dan tracker yang sudah tergabung dalam komplotan
kejahatan. Ketika ada hal baru dalam dunia internet, maka hacker atau
bahkan cracker akan sangat senang dan tertantang. Karenanya, Randy
memprediksi kejahatan menggunakan bitcoin akan semakin besar dan
meningkat.
“Hacker pasti senang ada hal baru. Dalam cybercrime, yang ditakutkan itu
ketika memakai nama orang luar maka sulit karena hubungan internasional
antarnegara. Kalau masih pakai sini (Indonesia) maka bodohnya dia
(pelaku),” kata Randy. Lantas bagaimana bisa terjadi cybercrime? Randy
mengatakan, untuk kelas agak berat biasanya mereka membobol kuncinya
bisa membobol database .
“Cara masuknya ada dua. Cara masuk kaya mancing ikan. Ketika umpan
diambil maka bisa masuk. Sekarang sudah banyak hacker dengan mancing
ikan. Bitcoin sama. Kalau ada email atau apa yang konek, walaupun kode
dibolak-balik,hacker dan cracker akan tetap berupaya bagaimana bisa
memecahkan. Kemudian hacker tidak hanya pintar komputer aja , tapi
bagaimana komunikasi dengan orang lain. Mereka telepon dan lainnya
sampai dapat ID-nya,” kata Randy.
Kejahatan narkoba, teroris, dan lainnya, bisa memanfaatkan peran hacker.
Demikian juga TPPU. Namun, untuk TPPU pelaku bisa mencuci itu sendiri
dengan membuat akun sendiri. Tapi, supaya tidak terlacak bisa membuat
akun baru, bukan akun miliknya atau akun orang lain. Dengan demikian,
pelaku kemungkinan susah dijerat hukum jika tidak ada bukti kuat yang
mengarah pada aliran dana padanya.
lutfi yuhand