Program Mahyeldi-Emzalmi (MahEm) merevitalisasi objek wisata Kota Padang menjadi wisata keluarga dan konvensi yang layak dan ramah belum terwujud. Selain pembenahan sarana dan prasarana belum banyak, perilaku pelaku wisata belum diperbaiki. Seperti di berbagai objek wisata Kota Padang dari pantauan Haluan, masih banyak premanisme yang terjadi. Walaupun parkir resmi sudah ada, tukang palak masih saja merajalela. Ketika pengunjung dari luar daerah datang, maka premanisme mulai dilakukan oleh oknum yang tidak peduli dengan kemajuan wisata Kota Padang. Apalagi, pemerintah belum nampak kiprahnya memperbaiki perilaku premanisme tersebut. Amdani, salah seorang pengunjung objek wisata menyarankan Dinas Pariwisata Kota Padang belajar ke kota lain. Kemudian seharusnya sepanjang pantai tidak ada bangunan, sehingga wisatawan pun bebas menikmati pantai sepanjang mata memandang. “Kota Padang adalah kota pesisir pantai, nah benahi ini saja dulu, baru bisa kembangkan wisata agro yang menjanjikan. Satu lagi, benahi pengelola wisata, jangan premanisme,” harapnya. Amdani juga menyebutkan, objek wisata di daerah perbukitan, seperti Lubuk Minturun, Kuranji, Batu Malin Kundang dan Pasir Jambak, juga perlu dibenahi. “Sekarang, apa Pemko Padang dan Dinas Pariwisata serius untuk membenahi ini semua,” katanya. Pengamat pariwisata yang juga pelaku wisata, Ridwan Tulus menilai, pengembangan wisata Kota Padang hingga kini tidak memiliki arah yang jelas. Hingga kini, Pemko belum mengeluarkan peraturan walikota tentang pengelolaan pariwisata, walaupun dalam program Walikota dan Wakil Walikota, Mahyeldi-Emzalmi tentang pengembangan wisata dituliskan. Akibatnya, kata Ridwan, ketika berganti kepala daerah arah pengembangan wisata juga ikutan berganti. Tak hanya itu, tidak ditentukannya fokus wisata juga membuat Padang tidak bisa menyamai wisata di Pulau Bali. “Seperti Kota Padang yang akan mengembangkan wisata keluarga, tolak ukurnya juga tidak ditentukan. Padahal, keindahan Kota Padang dalam membentuk wisata keluarga mudah sekali terwujud, jika diketahui titik persoalannya. Wisata yang ada saat ini, masih dibumbui oleh aksi maksiat, premanisme dan penipuan, seperti menaikkan harga dibatas kewajaran, sehingga hal demikian sulit diwujudkan,” ucap Ridwan. Ridwan menjelaskan, selama Padang tidak tahu apa yang akan dikembangkannya, maka selamanya Padang tidak akan memiliki fokus wisata. Misalnya, jika pemko ingin menitikberatkan pengembangan Kota Tua di Pondok, maka harus membuat konsep wisata budaya. Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang, Dian Fakhri mengakui, untuk mengarahkan pariwisata memang dibutuhkan aturan yang jelas. Karena, landasan itu diperlukan ketika akan bertindak, jika tidak ada Perwako yang menaungi, maka fokus pariwisata sulit ditetapkan. “Kami pun kadang kala di lapangan mengalami kendala dalam hal pengembangan pariwisata, sebab kewenangan atau Perwako yang mengaturnya kami tidak punya. Sedangkan dalam hal mengatur wisata ini, kami berhubungan langsung dengan masyarakat dan pemuka adat,” ucap Dian. Tak hanya itu, dalam pengembangan wisata masih ada hal-hal yang menjadi kendala di lapangan. Seperti di Pantai Air Manis, Pantai Pasir Jambak, Pantai Purus dan destinasi wisata yang ada di Kota Padang lainnya, di mana petugas kesulitan memungut retribusi dari pedagang. Menurutnya, Perwako memang dibutuhkan untuk mengatur destinasi wisata yang akan dijadikan objek jualan, industri pariwisata, Sumber Daya Manusia (SDM) dan kelembagaan. (http://www.harianhaluan.com) |
ad
Kamis, 30 April 2015
Premanisme Objek Wisata Masih Merajalela
Rabu, 29 April 2015
Memberi Dulu Menerima Kemudian
Acapkali, tatkala mati kata mati gaya, aku
iseng nongkrong-nongkrong di ujung pertigaan kampung tak jauh dari gubuk yang
kutinggali. Di situ, aku mengenali satu sosok yang sudah bertahun-tahun akrab
berdiri di tengah-tengah pertigaan. Sosok yang saban hari mengatur arus
perjalanan mobil-mobil pribadi yang lalu-lalang di pertigaan –terutama pada jam
berangkat dan pulang kerja. Beberapa tahun belakangan, pertigaan itu cukup
ramai karena kampung di mana aku tinggal sekarang ditumbuhi perumahan-perumahan
orang-orang bermobil.
Kehadiran sosok yang biasa disapa Pak Ogah di
pertigaan pinggiran Bekasi itu cukup membantu para pemobil agar tidak terjebak
kemacetan yang bikin bosan dan sebal.
Aku sedikit tercenung. Sehari-hari sosok itu seperti
cuma beraktivitas mengatur lalu-lalang mobil bermodal priwitan. Penghasilannya hanya bergantung pada kerelaan recehan
yang diulurkan oleh pemobil yang berbaik hati. Dan, tidak sedikit pula pemobil
yang tidak mengulurkan recehan. Tapi, bertahun-tahun begitu, sosok ini ternyata
masih mampu bertahan hidup di tengah himpitan harga kebutuhan pokok yang terus
membubung dan melambung.
Dalam ketercenungan, aku tersadar dan meyakini
benar bahwa rezeqi itu urusan Tuhan, sebagaimana jodoh dan kematian juga urusan
Yang Maha Kuasa. Yang penting, sebagai manusia, kita mesti bergerak menjemput dan
mengetuk pintu-pintu rezeqi.
Sosok di pertigaan jalan kampung itu hanya
potret kecil sosok manusia yang mau bergerak mengetuk pintu rezeqi. Prinsipnya
pun amat sederhana: memberi dulu menerima kemudian. Sosok ini berusaha ikhlas
memberi “jasa” melancarkan arus
lalu-lalang. Imbalan, itu urusan lain.
Secara tidak langsung, sosok-sosok yang juga
banyak muncul di tempat lain di seputaran Jabotabek ini menerapkan ajakan bijak
secara nyata: “Apabila salah seorang di antara kalian menjalankan
agama dengan baik baik maka setiap kebaikan yang ia lakukan dicatat sepuluh
kali lipat hingga 700 kali lipat, dan setiap amal keburukan yang diakukan hanya
dicatat semisalnya (dihitung satu).” (HR
Bukhari-Muslim)
Satu poin menarik dari sosok-sosok di
pertigaan pada persimpangan rawan macet ini, mereka berusaha memberi dulu jasa
melancarkan arus lalu-lalang. Masa sih, perbuatan baik gak ada yang balas? Dan
benar saja, dari pemobil yang hatinya berkata “ulurkan
recehan pada sesama”, mereka mampu bertahan hidup. Terlepas
dari kebenaran niat mereka, yang pasti setiap perbuatan baik akan berbuah
kebaikan pula.
Mari kita mulai dari diri kita untuk tidak
lagi terpaku pada pakem ujaran “terima kasih” lalu berubah ke pakem “kasih terima”. Arti kata, setiap langkah kita berangkat dari niat memberi
dulu menerima kemudian. Sedikit kita membelokkan ucapan populer Presiden
Amerika Serikat (1961-1963) John F. Kennedy: tanyalah apa yang dapat Anda
berikan kepada negara (baca: masyarakat). Dengan memberikan sesuatu kepada
masyarakat, kita pun akan menerima sesuatu dari masyarakat. (Budi N. Soemardji, orang pinggiran Bekasi)
catatan:
esai ini dimuat oleh koran WARTA KOTA, Rabu, 29 April 2015
Traffic Cyber Crime Indonesia Tertinggi, Cyber Security Ngapain Aja?
Traffic Cyber Crime Indonesia Tertinggi, Cyber Security Ngapain Aja?
"Dalam seminar Cisco dua bulan lalu mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang traffic cyber crimenya tertinggi. 40 persen cyber crime, trafficnya melalui Indonesia. Nomor dua adalah Tiongkok, kira-kira 38 persen. Jadi dari dua negara ini sudah hampir 80 persen," kata Fami di Menteng, Jakarta, Sabtu (4/4).
Fami menjelaskan, bentuk cyber crime bisa bermacam-macam. Misalnya saja, penyebaran virus atau pembobolan data milik perusahaan. Nah, traffic cyber crime yang tinggi, sambung dia, menggambarkan bahwa cyber security Indonesia masih lemah.
Menurut Fami, traffic cycber crime yang tinggi bisa mengancam Indonesia. Dia mengungkapkan, apabila masif dilakukan, maka kejahatan cyber bisa membuat kekacauan sosial.
"Katakanlah yang diserang perbankan seperti kejadian dua bulan lalu, ada seorang kawan komplain rekening di Bank Mandiri, pagi Rp 20 juta, sore tinggal Rp 2 juta, ternyata ada kejahatan cyber yang entah dilakukan di mana, tapi trafficnya dari Malaysia masuk ke Indonesia, mengambil rekening itu. Kalau itu suatu kegiatan yang masif tentu akan menjadi problem sosial," tuturnya.
Fami memberikan gambaran mengenai traffic cyber crime. Dia mencontohkan, misalnya seseorang di Inggris ingin menyerang Amerika. Orang yang berada di Inggris itu memanfaatkan salah satu server di Indonesia untuk melakukan penyerangan.
"Dari server di Indonesia baru masuk ke server di Amerika. Jadi dari London, masuk Jakarta, Jakarta masuk Washington, itu disebut traffic. Siapa pelaku kejahatannya? Orang di London. Tapi, melalui Indonesia. Karena dari London langsung ke Washington tidak bisa," ungkapnya.
Fami menyarankan supaya pemerintah Indonesia segera melakukan pembenahan terkait persoalan cyber crime. "Pemerintah harus fokus pada pembenahan teknikal maupun peraturan-peraturan," tandasnya. (www.jpnn.com)
33 Warga Asing Sindikat Penipuan Lewat Telepon Diringkus di Semarang
Tribun Jateng/Muh Radlis
Polrestabes
Semarang meringkus 33 warga negara asing asal Tiongkon dan Taiwan,
sindikat penipuan via telepon di Jalan Merapi, Semarang, Selasa
(28/4/2015) malam.
Tim gabungan Polrestabes Semarang dan Polsek Gajahmungkur menggerebek 33 warga negara asing di sebuah rumah di Jalan Merapi 18, Gajahmungkur, Kota Semarang, Selasa (28/4/2015) malam.
Mereka diduga kuat merupakan sindikat penipuan yang menyasar korban di negara mereka masing-masing. Dari rumah sewaan yang ditinggali mereka, Polisi menemukan puluhan ponsel, komputer, server, dan ratusan lembar berkas bertulisan Tiongkok.
Mereka terdiri dari 19 warga Tiongkok dan 21 warga negara Taiwan. Sebelas di antaranya merupakan wanita, bahkan satu orang diantaranya diketahui sedang hamil.
Kebanyakan mereka tak bisa berbahasa Inggris atau Indonesia. Mereka hanya menggunakan bahasa isyarat saat polisi menggerebek rumah yang diketahui milik Suhartono itu. Akhirnya polisi mendatangkan dua penerjemah.
Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol Burhanudin, mengatakan, para WNA datang ke Indonesia menggunakan visa kunjungan. "Mereka dipekerjakan oleh sindikat penipuan yang sasarannya warga negara mereka sendiri," kata Burhanudin di lokasi.
Burhanudin mengatakan, mereka kemudian menelpon secara acak nomor calon korban yang berada di Taiwan dan Tiongkok.
"Modusnya telepon acak, sama seperti di Indonesia, ada yang terlilit utang, menjanjikan hadiah, macam macam," katanya. Menurutnya, dari hasil pemeriksaan sementara, para WNA ini sudah tinggal di rumah tersebut sudah 40 hari.
"Kami dapat laporan warga, lalu anggota kami kerahkan untuk penyelidikan dan benar ada praktik penipuan yang dilakukan oleh para WNA ini," katanya. Mereka kemudian akan dilimpahkan ke Kantor Imigrasi Semarang untuk ditindaklanjuti. (www.tribunnews.com)
Selasa, 28 April 2015
Hati-Hati Terhadap Penipuan di ATM
Kini telah banyak terjadi kasus penipuan yang mengandalkan mesin ATM.
Hal ini karena sudah banyak orang yang mengandalkan bank sebagai tempat
menyimpan uangnya. Maka anda diharuskan untuk lebih berhati-hati
terhadap penipuan di ATM.
Kini anda dipermudah dengan semakin banyaknya mesin ATM di setiap sudut kota, dengan begitu anda semakin dimanjakan dan dapat dengan bebas kapan pun bertransaksi dengan mesin ATM. Kemudahan sekaligus kerentanan ini lah yang digunakan para pelaku kejahatan untuk menipu anda.
Setidaknya ada dua modus kejahatan yang paling sering terjadi, yaitu modus memenangi undian dan seseorang yang menawarkan diri membantu anda ketika kesulitan menggunakan kartu debit. Modus ini sering membuat korbannya tanpa sengaja mengirim sejumlah uang ke rekening penipu.
Penipuan dengan modus operandi memperoleh undian, mengkondisikan nasabah seolah-olah memperoleh undian berhadiah yang biasanya disampaikan melalui Short Message Service (SMS).
Untuk mendapatkan hadiah tersebut, nasabah diharuskan mengirim sejumlah dana melalui ATM ke rekening tertentu yang disebutkan oleh si pelaku penipuan. Biasanya nasabah akan tersadar setelah transfer dilakukan, hadiah yang dijanjikan pun tidak pernah diperolehnya.
Modus berikutnya adalah pura-pura membantu pada saat nasabah mengalami kesulitan memasukkan kartu ATM atau kartu ATM tertelan di card reader. Pelaku akan meminta nasabah untuk menekan PIN ATM dengan alasan untuk mencoba transaksi sekali lagi.
Setelah hal ini tidak berhasil juga, Nasabah lalu diminta untuk menghubungi Call Center Bank lewat handphone pelaku. Sebenarnya pelaku bukannya menghubungi Call Center resmi bank, namun menghubungi rekannya yang mengaku sebagai staf Call Center.
Setelah itu nasabah akan mengira bahwa kartu yang tertelan mesin ATM itu sudah diblokir, seperti yang sudah diarahkan orang yang mengaku sebagai staf Call Center. Kemudian pelaku akan menggunakan kartu nasabah tersebut untuk menguras saldo tabungan nasabah. (http://news.merahputih.com/)
Kini anda dipermudah dengan semakin banyaknya mesin ATM di setiap sudut kota, dengan begitu anda semakin dimanjakan dan dapat dengan bebas kapan pun bertransaksi dengan mesin ATM. Kemudahan sekaligus kerentanan ini lah yang digunakan para pelaku kejahatan untuk menipu anda.
Setidaknya ada dua modus kejahatan yang paling sering terjadi, yaitu modus memenangi undian dan seseorang yang menawarkan diri membantu anda ketika kesulitan menggunakan kartu debit. Modus ini sering membuat korbannya tanpa sengaja mengirim sejumlah uang ke rekening penipu.
Penipuan dengan modus operandi memperoleh undian, mengkondisikan nasabah seolah-olah memperoleh undian berhadiah yang biasanya disampaikan melalui Short Message Service (SMS).
Untuk mendapatkan hadiah tersebut, nasabah diharuskan mengirim sejumlah dana melalui ATM ke rekening tertentu yang disebutkan oleh si pelaku penipuan. Biasanya nasabah akan tersadar setelah transfer dilakukan, hadiah yang dijanjikan pun tidak pernah diperolehnya.
Modus berikutnya adalah pura-pura membantu pada saat nasabah mengalami kesulitan memasukkan kartu ATM atau kartu ATM tertelan di card reader. Pelaku akan meminta nasabah untuk menekan PIN ATM dengan alasan untuk mencoba transaksi sekali lagi.
Setelah hal ini tidak berhasil juga, Nasabah lalu diminta untuk menghubungi Call Center Bank lewat handphone pelaku. Sebenarnya pelaku bukannya menghubungi Call Center resmi bank, namun menghubungi rekannya yang mengaku sebagai staf Call Center.
Setelah itu nasabah akan mengira bahwa kartu yang tertelan mesin ATM itu sudah diblokir, seperti yang sudah diarahkan orang yang mengaku sebagai staf Call Center. Kemudian pelaku akan menggunakan kartu nasabah tersebut untuk menguras saldo tabungan nasabah. (http://news.merahputih.com/)
Senin, 27 April 2015
Pengembangan Kebun Kelapa Sawit Syarat Potensi Korupsi
Pembukaan lahan baru untuk perkebunan kelapa sawit
ditenggarai sebagai pintu tindak korupsi yang dilakukan oleh pemerintah
baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. Peneliti Sawit Watch,
Roland S mengatakan, korupsi ini bisa terjadi pada tahap pembuatan
kebijakan hingga ke tahap penegakan hukum.
"Pada tahap pembuatan kebijakan dan perencanaan, korupsi umunnya dilakukan dalam bentuk suap dan gratifikasi kepada penyusun kebijakan di tingkat eksekutif," ujarnya di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (26/4/2015).
Dia menjelaskan, bentuk penyimpangan pembiayaan dalam proses perolehan Hak Guna Usaha (HGU) berupa persekongkolan pengusaha sawit dengan pengusaha dan jasa broker yang sejalan dengan perilaku birokrat dan penguasa politik yang melakukan korupsi dengan mengeluarkan izin dan hak pengelolaan sumber daya alam.
"Dalam perkebunan kelapa sawit ini terjadi indikasi korupsi yang sistematik dan masif lewat penggunaan kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit tanpa izin konversi dan HGU. 40 persen perkebunan kelapa sawit yang beroperasi tanpa HGU. Ini terlihat dari rendahnya perusahaan mendaftar ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil)," lanjutnya.
Roland menyatakan, ada beberapa tahap korupsi di sektor perkebunan sawit mulai dari tingkat bupati hingga pemerintah pusat. Untuk mendapatkan rekomendasi dari bupati dimulai dari tim pra operasional sampai pengusaha mendapatkan rekomendasi tersebut ada 'harga kesepakatan' berkisar Rp 7 miliar.
"Untuk memperlancar dan mendapatkan rekomendasi gubernur harus bayar sampai Rp 7 miliar. Kemudin sampai tahap pelepasan kawasan tanah negara, pengusaha harus mengeluarkan Rp 11 miliar. Harga tersebut belum termasuk pembayaran tanah," tandasnya.
Roland melanjutkan, pengembangan perkebunan sawit juga dinilai mengancam kelestarian alam dan berpotensi menimbulkan konflik sosial. Saat ini Indonesia menjadi negara dengan perkebunan kepala sawit terluas di dunia dengan luas lahan 14,3 juta hektar (ha). Namun perkebunan kelapa sawit ini sebagian besar dilakukan dengan mengkonversi kawasan hutan alam dan ekosistem gambut.
"Kita memahami, selain berdampak positif, pembangunan perkebunan kelapa sawit juga mengakibatkan persoalan sosial dan lingkungan," ujarnya. Dalam catatan Sawit Watch, pada tahun ini terdapat 776 komunitas yang berkonflik dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Konflik diperkebunan ini didominasi oleh perebutan kuasa atas tanah antara perkebunan dengan masyarakat lokal atau adat.
"Juga didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar yang memiliki sindikasi keuangan dari luar negeri," lanjutnya.
Sedangkan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari ekspansi perkebunan sawit skala besar yaitu rusaknya keanekaragaman hayati, peningkatan emisi gas rumah kaca, deforestasi yang masif, penitipsan nutrisi tanah, kekeringan dan polusi air. (http://bisnis.liputan6.com)
"Pada tahap pembuatan kebijakan dan perencanaan, korupsi umunnya dilakukan dalam bentuk suap dan gratifikasi kepada penyusun kebijakan di tingkat eksekutif," ujarnya di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (26/4/2015).
Dia menjelaskan, bentuk penyimpangan pembiayaan dalam proses perolehan Hak Guna Usaha (HGU) berupa persekongkolan pengusaha sawit dengan pengusaha dan jasa broker yang sejalan dengan perilaku birokrat dan penguasa politik yang melakukan korupsi dengan mengeluarkan izin dan hak pengelolaan sumber daya alam.
"Dalam perkebunan kelapa sawit ini terjadi indikasi korupsi yang sistematik dan masif lewat penggunaan kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit tanpa izin konversi dan HGU. 40 persen perkebunan kelapa sawit yang beroperasi tanpa HGU. Ini terlihat dari rendahnya perusahaan mendaftar ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil)," lanjutnya.
Roland menyatakan, ada beberapa tahap korupsi di sektor perkebunan sawit mulai dari tingkat bupati hingga pemerintah pusat. Untuk mendapatkan rekomendasi dari bupati dimulai dari tim pra operasional sampai pengusaha mendapatkan rekomendasi tersebut ada 'harga kesepakatan' berkisar Rp 7 miliar.
"Untuk memperlancar dan mendapatkan rekomendasi gubernur harus bayar sampai Rp 7 miliar. Kemudin sampai tahap pelepasan kawasan tanah negara, pengusaha harus mengeluarkan Rp 11 miliar. Harga tersebut belum termasuk pembayaran tanah," tandasnya.
Roland melanjutkan, pengembangan perkebunan sawit juga dinilai mengancam kelestarian alam dan berpotensi menimbulkan konflik sosial. Saat ini Indonesia menjadi negara dengan perkebunan kepala sawit terluas di dunia dengan luas lahan 14,3 juta hektar (ha). Namun perkebunan kelapa sawit ini sebagian besar dilakukan dengan mengkonversi kawasan hutan alam dan ekosistem gambut.
"Kita memahami, selain berdampak positif, pembangunan perkebunan kelapa sawit juga mengakibatkan persoalan sosial dan lingkungan," ujarnya. Dalam catatan Sawit Watch, pada tahun ini terdapat 776 komunitas yang berkonflik dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Konflik diperkebunan ini didominasi oleh perebutan kuasa atas tanah antara perkebunan dengan masyarakat lokal atau adat.
"Juga didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar yang memiliki sindikasi keuangan dari luar negeri," lanjutnya.
Sedangkan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari ekspansi perkebunan sawit skala besar yaitu rusaknya keanekaragaman hayati, peningkatan emisi gas rumah kaca, deforestasi yang masif, penitipsan nutrisi tanah, kekeringan dan polusi air. (http://bisnis.liputan6.com)
Tiga Kapal Illegal Fishing Bersama 1.800 Kg Ikan Diamankan di TNI AL
Istimewa
Tiga Kapal berbendera Vietnam yang diamankan TNI AL
Tiga kapal ikan asing berbendera Vietnam yang melakukan aksi illegal fishing diamankan oleh kapal perang KRI Sutedi Senoputra (SSA-378), Sabtu (25/4/2015).
Kini, ketiga kapal beserta nahkoda dan anak buah kapal (ABK) sudha
dibawa ke dermaga Posal Sabang Mawang untuk menjalani pemeriksaan di
Pangkalan Laut (Lanal) Ranai Natuna.
Menurut Komandan Pangkalan Utama Angkatan Laut (Danlantamal) IV Tanjungpinang Laksana Pertama Sulistyanto menyebutkan, Dari ketiga kapal tersebut petugas menemukan ikan dengan berat mencapai ratusan kilogram.
"Total keseluruhan ada 1.800 kilogram ikan berbagai jenis di tiga kapal tersebut, bersama alat tangkap jaring purse seine,"jelas Sulistyanto melalui media WhatsApp yang dikirim kepada Tribun Batam, Minggu (26/4/2015) sore.
Ia juga mengatakan pemeriksaan tindak pidana terssebut diserahkan ke Lanal Ranai untuk ditindak lanjuti. (http://batam.tribunnews.com)
Menurut Komandan Pangkalan Utama Angkatan Laut (Danlantamal) IV Tanjungpinang Laksana Pertama Sulistyanto menyebutkan, Dari ketiga kapal tersebut petugas menemukan ikan dengan berat mencapai ratusan kilogram.
"Total keseluruhan ada 1.800 kilogram ikan berbagai jenis di tiga kapal tersebut, bersama alat tangkap jaring purse seine,"jelas Sulistyanto melalui media WhatsApp yang dikirim kepada Tribun Batam, Minggu (26/4/2015) sore.
Ia juga mengatakan pemeriksaan tindak pidana terssebut diserahkan ke Lanal Ranai untuk ditindak lanjuti. (http://batam.tribunnews.com)
Editor: Iman Suryanto
Minggu, 26 April 2015
Mengajak Minum Air Mineral yang Halal
* Milad ke-5 UFIA
Islam itu indah
...yes
Islam itu damai ... yes
Orang Islam
minumnya .. Ufia
Bergitulah yel-yel
bersahutan Ustadz Abdul Makmur dengan anak-anak yatim yang memenuhi Ruang 34
Masjid Istiqlal, Jakarta, pada Rabu (22/4/2015) pagi yang cerah. Tampak
keceriaan anak-anak yang meramaikan
Milad ke-5 produsen air minum syariah PT Ufia Tirta Mulia. Perhelatan
yang dipuncaki dengan penyerahan ZIS perusahaan ke BAZNAS dan santunan anak
yatim itu berlangsung meriah penuh kekhidmatan.
Sebelum sampai di acara
puncak, sejumlah pembicara kondang dan ahli pada bidangnya memberikan tausiyah
kepada segenap jamaah (undangan berbagai kalangan) yang hadir. Tampak para
undangan antara lain Pemimpin Umum Majalan Masjid
Kita Karyono Supomo, Ketua BPPMI Drs. H. Mubarok M.Si, Ustadz Rokhmat S.
Labib MEI dari DPP Hizbut Tahrir Indonesia, dan Ketua Umum BKMT Prof. DR. Hj. Tutty
Alawiyah AS, MA.
Pada perhelatan
milad yang mengusung ajakan “Kita Tingkatkan Amal Ibadah dengan Produk Syariah”
itu, sohibul bait Direktur Utama PT Ufia Tirta Mulia Haji Ardju Fahadaina
berbagi pengalaman tatkala dirinya berhijrah dari bisnis konvensional ke bisnis
syariah. Sebagai pengusaha konvensional, dia sempat menanamkan modal senilai
Rp5 miliar untuk bisnis gas elpiji. Modal itu berlipat-lipat menjadi aset usaha
senilai Rp350 miliar dalam waktu sekitar 10 tahun.
Nurani Ardju
Fahadaina bergolak karena koleganya di perusahaan tidak mau diajak untuk
menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam menjalankan usaha. Dia lalu memilih
meninggalkan perusahaan yang telah memberikan limpahan materi berpindah ke
usaha produksi air minum berpinsip syariah pada tahun 2010.
Dalam usahanya
yang baru ini, Haji Ardju berusaha mencontoh seorang usahawan perkebunan di
masa Rasulullah Muhammad saw yang mengalokasikan hasil keuntungan usaha dalam
tiga pos: 1/3 untuk sedeqah/infak, 1/3 untuk kebutuhan makan sehari-hari dan
1/3 lagi untuk membeli bibit agar usahanya terus berjalan. Dalam alokasi yang
hampir senada, Haji Ardju menginfakkan Rp15 pada setiap air minum yang dibeli
konsumen. Tahun 2014 lalu, Ufia Tirta Mulia mampu mengumpulkan infak dari
konsumen senilai Rp60 juta dan diserahkan ke BAZNAS untuk disalurkan kepada
yang berhak menerima. Selain itu, masih dari tahun usaha yang sama (2014), dia
juga menyerahkan zakat senilai Rp40 juta ke BAZNAS guna disalurkan ke Yayasan Nur
Ufia yang berada di Dusun Kemiri, Desa Margorejo, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY).
Jumlah infak yang
disalurkan tahun 2014 diakui Haji Ardju menurun dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya lantaran manajemen usahanya tengah berbenah. Tahun 2012, Ufia menyerahkan infak sebesar Rp120
juta dan tahun 2013 senilai Rp117,5 juta. Dia merasa yakin tahun 2015 ini akan
kembali mampu mencapai infak seperti tahun-tahun sebelumnya. Selalu ada
kemudahan di balik kesulitan, begitu Haji Ardju berprinsip.
Usai testimoni
sang sahibul bait, tampil sebagai pembicara pertama dalam milad ke-5 produsen
air minum Ufia yang mengusung tagline
“Minum Ufia Bermineral dan beramal” adalah Ketua Umum BAZNAS Prof. DR. KH Didin
Hafidhuddin. Dalam tausiyah bertema “Produk Islami adalah Produk Umat Islam
Konsumennya Orang bertaqwa dan Beriman” itu Kiai Didin menilai sahibul bait
Haji Ardju sebagai sosok usahawan sekaligus dai yang semakin fasih berdakwah. “Beliau
menyampaikan pesan-pesan keagamaan, pesan moral, yang luar biasa. Inshaa Allah
Ufia maju, Pak Ardju juga tambah maju, tambah berkah. Jadi nanti bisa dipanggil
oleh berbagai kalangan untuk menyampaikan pengalaman bisnis yang syariah, salah
satunya air minum,” tandas Kiai Didin.
Kenapa air halal penting
didakwahkah? “Karena air itu sumber kehidupan. Allah menciptakan segala sesuatu
dari air. Allah menciptakan makhluk yang hidup di dunia ini dari air. Konon
manusia bisa tahan nggak makan kalau ada air. Tapi orang tidak bisa tahan tidak
minum, walau ada makanan. Ini
menggambarkan betapa pentingnya air,” papar Kiai Didin.
Pada rangkaian
tausiyah yang dipandu oleh Ustadz Abdul Makmur itu Kiai Didin menegaskan bahwa
umat harus aktif mendukung usaha Ufia dengan terlibat sebagai konsumen. Tidak
ada alternatif lain, katanya, umat Islam adalah konsumen terbesar dari
produk-produk yang dimiliki oleh pengusaha non-Muslim. “Kita tidak pernah
peduli dengan produk-produk makanan dan minuman. Padahal di masa Rasulullah
jelas bahwa umat harus makan makanan halal dan produsennya juga Muslim dan
bertaqwa. Kemudian minumannya juga minuman halal. Ada hubungan yang kuat antara
makanan/minuman dan ketaqwaan/ibadah. Karena yang namanya halal itu ada dua
bentuk, halal secara substansi dan halal cara mendapatkannya,” papar Kiai
Didin.
Hijrah ke air halal
Perusahaan Ufia
merupakan contoh perusahaan yang diniatkan untuk ibadah dan perjuangan,
didapatkan secara halal, diproduksi dengan cara yang baik (tidak merusak lingkungan)
dan hasilnya digunakan untuk ibadah. “Sebagaimana tadi disampaikan Pak Ardju, meski ada penurunan
tapi tidak menyebabkan enggan berinfak. Tapi, terus-menerus berinfak setiap
tahun, bahkan ditambah kegiatan-kegiatan yang lain. Ini sesuatu yang sangat
luar biasa. Memang halal itu begitu,
selalu membawa kepada kebaikan. Jadi saya harap dukungan penuh dari institusi
ke-Islam-an, masjid-masjid, pesantren-pesantren, selama hal itu dimungkinkan,
untuk mengkonsumsi minumannya itu adalah minuman Ufia. Kita berhijrah dan
hijrahnya nggak susah, ganti merek saja cukup, dari merek lain ke merek Ufia,”
tegas Ketua Umum BAZNAS ini.
Sementara itu
ketika tampil pada sesi kedua, Ketua Badan Pengelola Masjid Istiqlal Drs. H.
Mubarok MSi berharap semakin banyak pengusaha seperti Haji Ardju Fahadaina.
“Semoga Pak Ardju termasuk pengusaha yang menerapkan prinsip-prinsip syariah
sebagaimana yang ditegaskan Rasulullah Muhammad saw akan masuk ke surga,”
tandas Mubarok.
Selanjutnya pada
sesi ketiga, Kepala Subdit Produk Halal Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama,
Hj. Aminah MPdi, menegaskan pentingnya air minum halal. Ia mengungkapkan
penyediaan atau produksi air minum ini cukup rentan kemasukan unsur-unsur
haram. Ia menyebutkan salah satu tahapan proses produksi air minum yang harus
melewati penyaringan.
“Di pasar banyak
beredar filter atau saringan air minum yang bermacam-macam. Ada yang terbuat
dari tulang sapi, ada pula yang terbuat dari tulang babi. Saringan dari tulang
babi ini sangat murah, bahkan paling murah. Banyak pengusaha yang kurang
mengindahkan hal ini. Ufia sudah menggunakan filter yang halal dan sudah
memperoleh sertifikat halal dari Majelis
Ulama Indonesia (MUI),” papar Aminah.
Aminah menegaskan
pihaknya tengah mengupayakan gerakan masyarakat sadar halal dengan menggandeng
berbagai pihak. Karena, katanya, umat dihadapkan berbagai produk makanan dan
minuman yang seringkali tercampur baur halal dan haram. Ia mencontohkan banyak
beredar kuas kue yang terbuat dari bulu babi yang harganya lebih murah
dibandingkan kuas dengan bahan yang lain. “Kalau mau aman, gunakan kuas plastik
atau bahan sintetik lainnya,” ujar Aminah.
Tampil pada sesi
berikutnya, Ketua Umum BKMT Prof. DR. Hj. Tutty Alawiyah mengingatkan segala
sesuatu yang tumbuh dari hal yang haram tidak akan masuk surga. Ia berpendapat
bahwa kemiskinan telah membuat orang seenaknya melakukan apa saja yang dilarang
oleh agama.
Sebagai aktivis
majelis taklim, Ustadzah Tutty Alawiyah mengajak ibu-ibu majelis taklim melindungi
keluarganya dari konsumsi makanan dan minuman yang haram. “Mari ibu-ibu, kita
jaga keluarga dari hal-hal yang haram,” tutur Ustadzah Tutty.
Sebelum perhelatan
ditutup dengan doa yang dipimpin oleh Ketua BPMI Drs. Mubarok, Direktur Utama
PT Ufia Tirta Mulia Haji Ardju Fahadaina menyerahkan (secara simbolis) santunan
kepada anak-anak yatim. (*)
Sabtu, 25 April 2015
Ratusan Nasabah Jadi Korban Kejahatan Perbankan Dunia Maya
Direktur
Tindak Pidana Ekonomi Khusus Polri Kombes Victor Simanjuntak, bersama
Kabag Penum Mabes Polri Kombes Pol Rikwanto. Memberikan keterangan
kepada media, perihal penangkap 4 tersangka sindikat peredaran uang
palsu. Jakarta, 9 April 2015. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal Victor Simanjuntak mengatakan sekitar 300 nasabah menjadi korban sindikat kejahatan perbankan dunia maya. Ratusan nasabah tersebut berasal dari tiga bank.
"Bank badan usaha milik negara dan swasta," kata Victor di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin, 13 April 2015. Namun Victor menolak menyebutkan nama-nama bank tersebut.
Victor menyatakan kasus ini terjadi dalam sebulan terakhir. Dalam kurun waktu tersebut, sindikat yang beroperasi dari Ukraina itu telah meraup uang sebesar Rp 130 miliar. "Saya yakin kejahatan ini masih terjadi," ujar Victor.
Kasus ini terungkap dari laporan sebuah bank. Sub-Direktorat Cyber Crime lalu menelusuri laporan tersebut. Modus kejahatan ini, menurut Victor, adalah pelaku menyebar malicious ware ke komputer nasabah. Setelah komputer terjangkit, sindikat itu dapat mengalihkan uang transaksi para nasabah.
"Nasabah bertransaksi tapi bukan ke bank," ucap Victor. Uang transaksi para nasabah, menurut Victor, justru masuk ke laman palsu e-banking. Tampilan laman tersebut, ucap dia, terlihat sangat mirip dengan aslinya.
Victor mengatakan uang para nasabah itu lalu masuk ke dalam rekening para kurir yang bertugas menjalankan laman palsu. Kurir-kurir, menurut Victor, mengambil keuntungan 10 persen dari uang yang disetor ke sindikat. "Uang dikirim ke Ukraina dengan Western Union dan Moneygram," ujarnya.
Sejauh ini, menurut Victor, penyidik sudah memintai keterangan 50 kurir. Para kurir, dia mengatakan, tertipu oleh sindikat itu. Awalnya, mereka bekerja sama dalam sektor bisnis. "Sindikat menggunakan rekening orang Indonesia karena orang asing itu tidak bisa buka rekening di sini," ujar Victor.
Kepolisian, ucap Victor, sudah menjalin kerja sama dengan Interpol untuk menangkap sindikat itu. Selain itu, dia melanjutkan, Bareskrim akan berkoordinasi dengan ketiga bank tersebut. "Kami akan panggil semua pihak untuk bisa menangkis masalah ini," ujar Victor. (www.tempo.co)
Jumat, 24 April 2015
Marak "Illegal Fishing", Uni Eropa Ancam Larang Ikan dari Thailand
KOMPAS/PRIYOMBODO Ilustrasi
"Kegagalan untuk mengambil tindakan melawan pencurian ikan akan membawa konsekuensi," tandas Komisioner Perikanan Uni Eropa Karmenu Vella seperti dilaporkan Bloomberg.
Uni Eropa telah melarang impor perikanan dari Guinea, Kamboja dan Srilanka. Tahun lalu, Uni Eropa memasukkan Belize masuk dalam daftar pelarangan impor ikan.
Sementara, peringatan pelarangan impor perikanan oleh Uni Eropa terhadap Korea Selatan dan Filipina telah dicabut. Sebab, kedua negara tersebut terbukti telah melawan aksi pencurian ikan.
Total perdagangan impor produk perikanan dari Uni Eropa mencapai 20,7 miliar euro pada tahun lalu. (http://bisniskeuangan.kompas.com)
Kamis, 23 April 2015
Kegalauan Seorang Menteri Atas Kritik
Pada
status FB-nya, bernada galau sedikit nyinyir, beberapa hari lalu Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago menulis, “Kritik obyektif ada
kriterianya. Sumber data atau pernyataan utk kritik obyektif tidak layak
diambil dari orang kecewa krn tdk mencapai keinginan pribadi. Orang yg terancam
keluar dari zona nyaman krn perubahan yg sedang dibuat, juga tidak layak
menjadi sumber kritik obyektif. Data dan narasumber obyektif dan pernyataan
kritis itu ada kriterianya. Sumber kritik harus sumber yg bisa dipertanggung-jawabkan.
Bahkan, ketika sdh menemukan narasumber obyektif pun, jumlah narsum obyektif
itu tidak cukup hanya satu. Itu cara menyusun kritik yg benar. Syarat tulisan
opini juga begitu. Harus ada dasar faktual dan data yg cukup. (Pesan khusus utk
majalah Tempe).”
Sebagai
sosok yang berkarir di dunia kampus dan penelitian sosial, Menteri Andrinof wajar-wajar
saja menyampaikan kegundahannya. Karena, memang begitulah premis yang berlaku
dalam upaya atau langkah menjuruskan ke pemikiran ilmiah. Dan itu pula materi
yang acap diterima mahasiswa sebelum menyusun skripsi, tesis dan disertasi.
Tapi,
ketika berhadapan dengan dunia pers atau jurnalistik, apa yang yang diutarakan
Menteri Andrinof terasa sedikit membuat jengah. Pers tentu punya pertimbangan
tersendiri ketika mengambil narasumber. Dan, bila mengacu pada etika
jurnalistik, manakala menurunkan sebuah berita pers mesti meng-cover dua pihak
(cover both side) sehingga muncul
berita yang berimbang (obyektif).
Tentu
berbeda standar jika yang diturunkan adalah sebuah tulisan kolom, opini atau
artikel dari seseorang, lantaran tanggung jawab penuh di tangan penulis. Dapat
saja si penulis menabrak-nabrak pakem sehingga kerap muncul sebuah polemik
antar-pakar atau antar-penulis di media massa.
Bukan
maksud aku membela penerbitan media massa. Terlebih banyak media massa sekarang
yang partisan. Tapi sekadar mengingatkan betapa pentingnya kritik yang datang
dari siapa pun. Entah datang dari orang yang terganggu zona kenyamanannya, dari
orang sakit hati, orang berseberangan ideologi, atau dari orang berbeda akidah
sekalipun.
Di
tengah pemerintahan yang acap membuat kebijakan publik yang membingungkan dan
mencekik rakyat tentu sangat mungkin pemerintah yang tengah berjalan menjadi
sasaran kritik. Bagaimana tidak meneriakkan kritik kalau sebuah kebijakan yang
sudah ditanda-tangani Presiden tiba-tiba ditarik kembali gara-gara sang
Presiden merasa tidak tahu isi naskah kebijakan yang disodorkan oleh para
pembantunya. Apakah kritik terhadap kebijakan semacam ini perlu pendekatan
ilmiah-akademis? Betapa lama media harus menunggu sampai kritik obyektif ala
Menteri Andrinof, sementara media dihadapkan pada deadline pemberitaan.
Tanpa
bermaksud mengkritik Menteri Andrinof, aku hanya ingin mengajak segenap pejabat
agar tidak alergi terhadap kritik. Ada baiknya kita belajar pada ucapan
Khalifah Umar bin Khattab bahwa, “Orang yang paling aku
sukai adalah dia yang menunjukkan kesalahanku.” Banyak
orang hanya butuh sanjungan asal bapak senang. Mari kita revolusi mental
semacam ini. Bahwa kritik senantiasa dibutuhkan, untuk melecut kinerja yang
lebih profesional, amanah dan berkah. (Budi
N. Soemardji, orang pinggiran Bekasi)
catatan: dimuat oleh koran WARTA KOTA edisi 17 April 2015 pada rubrik citizen journalism.
Langganan:
Postingan (Atom)