ad

Selasa, 24 Februari 2015

Pendulang Ilegal Danai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua


Pendulang ilegal yang beroperasi di wilayah Tembagapura, Kabupaten Mimika Papua danai aksi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua. KKB merupakan kelompok politik yang tidak diakui keberadaannya di Indonesia. Kelompok ini selalu berbuat onar dan menggangu masyarakat Papua. Kelompok ini tergolong sadis dan tidak manusiawi, masyarakat sipil banyak jadi korban bahkan Aparat keamanan tewas ditangan KKB dan membawa kabur senjata Aparat keamanan.
Diawal bulan Januari 2015, masyarakat Papua yang masih terbawa suka cita Damai Natal dan Tahun baru dikagetkan dengan ulah sadis KKB.  Pada hari Kamis, tanggal taggal 1 Januari 2015 pukul 21.00 WIT di Kampung Banti sampai Kampung Uikini, Mimika, Papua, KKB kembali berbuat ulah. Kali ini Aparat keamanan menjadi sasaran keji kelompok tersebut. Petugas keamanan yang sedang berpatroli dihadang dan ditembak oleh KKB pimpinan Ayub Waker. Dua orang aparat keamanan dari satuan Brimob Polda Papua dan satu orang sekuriti PT Freeport tewas. Aparat keamanan Bripda Adriandi, Bripda Ryan Hariansyah dan sekuriti atas nama Suko Miyartono tewas ditangan KKB.
Dari kejadian tersebut Bribda Adriandi mengalami luka bacok dikepala bagian kanan, luka tusuk di perut, leher dan jari kanan putus, sedangkan Bripda Ryan Hariansyah mengalami luka tusuk di perut, luka tembak di leher dan tangan kanan putus. Sedangkan Suko Miyartono mengalami luka tusuk di leher, diperut dan luka tembak di bagian punggung, korban meninggal saat ini dibawa ke Rumah Sakit Tembaga Pura, Papua.
Aksi keji yang dilakukan KKB membuat Aparat geram, Kepala Kepolisian Daerah Papua, Irjen Pol Yotje Mende menegaskan akan memburu dan menagkap KKB pimpinan Ayub Waker. Pihaknya akan mengerahkan kekuatan penuh dan meminta bantuan kepada pihak TNI untuk memback up kepolisian. Kerjakeras Aparat gabungan TNI dan Polri membuahkan hasil. Penggerebekan honai (rumah) yang dijadikan markas di sekitar Kampung Utikini, Kabupaten Mimika, Papua berhasil menangkap 116 orang masyarakat. Masyarakat tersebut merupakan pendulang ilegal. Dari hasil penggerebekan didapat 2 buah spanduk berukuran besar yang terdapat tulisan ajakan untuk referendum, memisahkan diri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menyita 92 kartu anggota West Papua Interest Asosiation (WPIA).
Pihak Kepolisian melakukan penyelidikan dan mendalami kasus tersebut dan sebangian masyarakat yang tergolong anak-anak yang masih dibawah umur dan ibu-ibu dipulangkan melalui tokoh-tokoh masyarakat di Kampung Wangirja, Distrik Kuala Kencana. 64 orang masih menjalani pemeriksaan dan wajib lapor, Pihak kepolisian dari    Polres Mimika terus mengembangkan dan mendalami 64 orang terkait keterlibatan mendukung KKB dan mendanai dari hasil mendulang yang didapat, masyarakat tersebut merupakan pedulang tradisional yang ilegal.
Gubernur Papua Lukas Enembe dan para Bupati se wilayah Pengunungan Tengah Papua serta Kapolda Papua akan melakukan rapat kordinasi di Timika pada hari Senin tanggal 19 Januari 2015. Ulah KKB sudah melampui batas dan meresahkan masyarakat Papua. Pemerintah akan bertindak tegas dan memberantas keberadaan KKB di Bumi Cenderawasih, Menuju Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera. (http://suarapapua99.blogspot.com)

Senin, 16 Februari 2015

Survei: Publik pesimistis Jokowi bisa berantas mafia peradilan

Survei: Publik pesimistis Jokowi bisa berantas mafia peradilan
Presiden Jokowi konpers penangkapan Bambang Widjojanto. ©Setpres RI/Cahyo
Figure terkait

Kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) telah memasuki usia 100 hari lebih. Selama masa itu pula, telah banyak persoalan yang menghampiri sehingga program-program nawa cita belum banyak yang bisa direalisasikan. Sejumlah persoalaan di kabinet yang masih seusia jagung itu tentu berdampak pada tingkat kepercayaan publik.

Dalam rilis hasil survei yang dikeluarkan Indopolling Network Rabu (28/1), disebutkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemberantasan mafia peradilan masih di bawah 60 persen (57,7%).

"Tingkat kepercayaan publik terhadap program pemberantasan mafia peradiln sebesar 57,7%," kata peneliti Indopolling Network Wempy Hadir di Warung Daun, Cikini Jakarta Pusat, Rabu (28/1).

Selain itu, Wempi menerangkan tingkat kepercayaan publik yang berada pada level di bawah 60% juga menyangkut pemberantasan pencurian kayu di hutan, perikanan dan pembalakan liar (59,8%). Program reformasi birokrasi menurut Wempi juga masih mendapat kepercayaan yang tak terlalu besar dari publik yakni 58,8%.

"Membangun kawan timur Indonesia masih 50,0%, mewujudkan Polri yang profesional 54,5%, mewujudkan kedaulatan energi 52,6%," tambah Wempi.

Survei tersebut terang Wempi dilakukan di 33 Provinsi terhadap WNI berusia 17 tahun ke atas dengan jumlah responden 1.100 orang.

"Margin error plus minum 3% dan penarikan sample dilakukan dengan metode Multistage Random Sampling," pungkasnya. (www.merdeka.com)

Kamis, 05 Februari 2015

Nepotisme di Pemerintahan, Dosen STAIN: Itu Penyakit

DOSEN Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Malikussaleh, Dr. Hamdani AG menyebut nepotisme di tubuh pemerintahan merupakan salah satu penyakit, selain korupsi dan kolusi.
"Dalam demokrasi, nepotisme itu penyakit. Jadi sangat ironis, ketika hal-hal seperti itu seharusnya dibuang jauh-jauh, kepala daerah kita seperti di Aceh Utara dan provinsi malah mempertahankan penyakit itu," kata Hamdani AG kepada ATJEHPOST.co lewat telpon seluler, Jumat, 9 Januari 2015.
Hamdani AG menyatakan itu saat dimintai tanggapannya terkait kebijakan Bupati Aceh Utara dan Gubernur Aceh menempatkan keluarga dan kerabatnya menduduki jabatan penting di lingkaran kekuasaan.
"Yang kita mau adalah kualitas, karena jika para pejabat memiliki kompetensi maka nepotisme akan hilang dengan sendirinya. Karena itu penting dibuat uji kelayanan dan kepatutan sebelum penempatan setiap pejabat. Tapi yang sering terjadi di Aceh Utara, nepotisme itu memaksa," kata Hamdani yang belum lama ini meraih gelar Doktor (S3) Komunikasi Islam di UIN Sumatera Utara.
Penting dibuat uji kelayakan dan kepatutan, kata Hamdani, sebab yang paling penting dalam pemerintahan ialah pelayanan masyarakat, pembangunan berkualitas dan efisiensi anggaran daerah.
"Kalau pelayanan sudah ok, pembangunan benar-benar mantap, dan terwujudnya efisiensi anggaran maka orang tidak lagi melihat nepotisme. Tapi kalau tiga hal itu masih amburadul, tentu tiga kosong untuk kepala daerah. Dia akan terus disorot oleh publik," ujarnya.
"Jadi intinya nepotisme itu penyakit paling ditakuti. Kecuali bagi ureung muka tubai, homlah hana malee geuh," kata Hamdani lagi.
Sebelumnya diberitakan, pemerintahan sarat nepotisme diduga tidak hanya pada pemerintahan Zaini Abdullah, akan tetapi terjadi pula di pemerintahan Muhammad Thaib alias Cek Mad. Bedanya, jika Gubernur Aceh Zaini Abdullah menempatkan keluarga dan kerabatnya pada sejumlah Badan Usaha Milik Aceh (BUMA), Bupati Cek Mad “lebih berani” dengan memberi jabatan penting untuk kaomnya (keluarga dan kerabatnya) duduk dalam jajaran “kabinetnya”.
Informasi dihimpun ATJEHPOST.co, Jumat, 9 Januari 2015, menyebutkan, tidak banyak yang tahu jika keluarga dan kerabat Cek Mad sudah menduduki jabatan eselon II (setingkat asisten dan kepala dinas) di pemerintahan Aceh Utara sejak Cek Mad menjadi Bupati pada tahun 2012 lalu.
Menurut sejumlah sumber di lingkungan Pemerintah Aceh Utara, para pejabat yang memiliki hubungan keluarga dan kerabat dengan Bupati Cek Mad antara lain Kepala Dinas Syariat Islam M. Idris Thaib. Ia merupakan adik kandung Cek Mad yang dilantik menjadi Kadis Syariat Islam Aceh Utara pada Januari 2013.
Berikutnya, Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (DPKKD) Muhammad Nasir. Menurut satu sumber, ia adalah adik ipar Cek Mad. Sedangkan Asisten II (Bidang Ekonomi, Pembangunan, dan Keistimewaan Aceh) Sekretariat Kabupaten (Setkab) Aceh Utara Abdul Azis, kata sumber itu, merupakan adik sepupuk dari ayah Cek Mad. [http://atjehpost.co]