ad

Selasa, 30 Desember 2014

Hati2 dgn modus baru sindikat pemerasan Uang


[SERIUS] Teman-teman harap berhati hati dengan modus pemerasan dengan jebakan percobaan pemerkosaan
Untuk teman-teman semua, kasus dibawah ini adalah kisah nyata yang dialami oleh teman saya Agus Salim yang diperas oleh beberapa orang yang tidak bertanggungjawab (dua diantaranya mengaku sebagai suami istri).
Kejadian berawal saat mas Agus Salim (untuk selanjutnya saya sebut sebagai mas Agus) dalam perjalanan pulang ke rumah mengendarai sepeda motor, dalam perjalanan hujan datang dengan tiba-tiba dan karena mas Agus tidak membawa jas hujan, mas Agus terpaksa berteduh di pinggir jalan Monumen Jogja Kembali (Jl. Monjali). Kebetulan di pinggir jalan banyak berdiri warung2 makan dan kebetulan juga ada beberapa warung yang sedang tidak buka, mas Agus memilih berteduh di salah satu warung yang sedang tidak buka tersebut. Turun dari motor, mas Agus langsung menuju tempat duduk di warung tersebut dan mengeluarkan kertas-kertas fotokopian laporan untuk dibendel dan di staples menjadi satu.
Mas Agus memang baru saja menyelenggarakan pengobatan gratis dengan sponsor dari salah satu produsen obat Nasional terkemuka, dan laporan2 itu akan diserahkan kepada pihak-pihak terkait. Hujan terus mengguyur deras ke bumi, mas Agus juga masih asyik membendel dan men-staples kertas-kertas laporan kegiatan.
Beberapa saat kemudian seorang wanita berjilbab datang ikut numpang berteduh di warung tempat mas Agus berteduh, tak berprasangka apapun, mas Agus terus melakukan kegiatannya .. pikirnya daripada ngelamun menunggu hujan reda. Tapi ternyata wanita tersebut melakukan hal yang sangat tidak terduga, dengan menghadap ke arah mas Agus dia menyobek baju nya, diikuti pakaian dalamnya (maaf: bra nya) kemudian memeluk mas Agus dan berteriak-teriak seakan-akan dia akan diperkosa oleh mas Agus.
Sejurus dengan itu muncul beberapa pemuda tinggi besar dan kemudian menuduh mas Agus berusaha memperkosa wanita tersebut, mas Agus berusaha menjelaskan yang terjadi sebenarnya tapi pemuda-pemuda tersebut tak mau tahu. Setelah itu datang seorang lagi yang mengaku tak sengaja telah merekam kejadian 'percobaan pemerkosaan' tadi via video di hand phone nya. Akhirnya berkumpul total delapan orang termasuk si wanita dan seorang yang mengaku sebagai suaminya, memaksa mas Agus mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya.
Mas Agus kemudian dipaksa ikut ke sebuah rumah dimana disitu intimidasi berlanjut dengan dibumbui beberapa kali 'sadhukan' (tendangan) salah satu dari sindikat tersebut. Mas Agus kalah bukti, kalah saksi, kalah mental, juga buta hukum .. terpaksa harus menandatangani perjanjian yang isinya mas Agus harus membayar sejumlah uang agar 'kasus' ini tidak diangkat ke meja hijau. Hari itu berakhir dengan penanda tanganan perjanjian tersebut, baru mas Agus diperbolehkan pulang oleh sindikat tersebut.
Hari berlalu .. skip .. skip, mas Agus harus ke Jakarta untuk memenuhi undangan ustadz Rusli belajar pengobatan alternatif dengan methode Lintah, saat itu yang di rumah mas Agus cuman ada bapak + ibu mas Agus yang sudah tua dan (lebih) buta hukum. Saat itulah 'suami istri' anggota sindikat itu + ditemani seorang polisi (entah polisi sebenarnya atau bukan - entah memakai seragam polisi atau tidak saya lupa menanyakan) datang ke rumah mas Agus meminta uang sebesar Rp. 20 juta, atau kasus itu akan diteruskan ke persidangan dengan resiko mas Agus 'pasti' masuk penjara karena semua bukti memberatkan dia (ingat: 7 orang saksi memberatkan, video, baju dan bra bekas sobek paksa). Orang tua mas Agus sangat takut dan panik akhirnya berusaha menawar harga kesepakatan tersebut, dengan rembugan yang alot akhirnya orangtua mas Agus menyetujui untuk membayar Rp. 10 juta dengan deadline pembayaran hari Senin hari ini (28 Januari 2013).
Saat kemarin mas Agus datang ke rumah penulis, mas Agus sudah menjual kambing bapaknya senilai Rp. 3 juta, disetujui meminjam uang dari Bank sebesar Rp. 3 juta (tapi agak kurang sreg dengan pinjaman ini dan mengatakan akan berusaha menggadaikan motor saja), sumbangan dari masjid setempat dan orang-orang yang simpati dengan mas Agus, total terkumpul Rp. 9.800.000,- . Malamnya mas Agus sms penulis sudah mendapatkan total Rp. 10 juta tanpa harus meminjam ke bank tersebut walaupun harus merelakan motornya digadaikan di 'pegadaian swasta'.
Terlepas dari ketidakwaspaan mas Agus, tidak melek hukum nya mas Agus dll., sepantasnya kejadian di atas semakin membuat kita berhati-hati dalam segala aktivitas kita, berprasangka baik itu ternyata bisa dimanfaatkan orang lain untuk balik menyerang kita. Sudah sepantasnya prasangka baik kita diimbangi dengan kewaspadaan.
Tulisan ini ditulis ulang oleh penulis berdasarkan kisah dari mas Agus (korban) seperti yang dituturkannya pada hari Minggu tanggal 27 Januari 2013 di rumah penulis. Meskipun penulis berusaha menulis persis seperti apa yang dituturkan mas Agus, besar kemungkinan terjadi kesalahan pada penulisan. Untuk itu penulis minta maaf, dan akan dikoreksi di bagian komentar jika nanti tertemukan kesalahan yang mendasar.
Support By: Master Crazy Profit
Jika teman-teman merasa tulisan ini berguna, silakan share ke semua orang agar kejadian ini tidak menimpa saudara- saudara kita yang lain.
(https://www.facebook.com/mastercrazyprofit/posts/432248596856424)

Senin, 29 Desember 2014

7 Tips Menghindari Penipuan di Facebook


 Jumlah pengguna Facebook saat ini sudah lebih dari 1 miliar. Tak heran jika situs pertemanan tersebut sering menjadi target ladang penyebaran pesan spam, phishing scam atau penyusupan malware. Ancaman keamanan ini tidak bisa dicegah, namun bisa dihindari.

Salah satu cara menghindari scam (penipuan) di Facebook adalah dengan mengenali scam itu sendiri, dan selalu waspada ketika online. Kenali trik-trik yang biasa dipakai.

Scam di Facebook umumnya memanfaatkan Wall untuk menjaring korbannya. Jebakan yang biasa digunakan adalah dengan tawaran hadiah gratis atau menyuruh korban menginstal aplikasi atau video tertentu, dengan cara mengklik sebuah link yang jika diklik akan berpotensi terkena malware atau jadi korban phishing.

Modus serangannya biasanya memanfaatkan salah satu dari modus ini, yaitu: rasa keingintahuan manusia yang mengundang seseorang tertarik untuk mengkliknya, eksploitasi terhadap peristiwa tertentu yang menghebohkan seperti bencana alam, atau anjuran menginstal aplikasi.

Berikut ini 7 tips yang bisa dijadikan panduan agar Anda terhindar dari scam di Facebook.

1. Teliti lagi pesannya. Apakah pesan yang Anda terima terlihat aneh dari pesan yang biasanya dikirim teman Anda? Misalnya: jika teman Anda biasa ngobrolin soal game, lalu tiba-tiba ia mengirim pesan yang tidak biasanya seperti "OMG! Look at this video", kemungkinan besar pesan itu tidak sengaja dikirimnya karena akunnya sendiri mungkin sudah disusupi. Intinya, jika pesan tampak aneh/tidak biasa atau tidak sesuai dari karakter postingan teman Anda, maka jangan klik link tersebut.

2. Cek news feed Facebook Anda. Apakah pesan aneh tersebut tiba-tiba muncul di Facebook Anda beberapa kali? Jika iya, kemungkinan itu adalah penipuan yang dikirim secara otomatis.

3. Perhatikan setiap permintaan otorisasi untuk setiap aplikasi yang Anda install. Contohnya: untuk menampilkan video, sebuah aplikasi di Facebook seharusnya tidak perlu mengakses semua informasi Anda atau meminta izin untuk memposting sesuatu ke Wall Anda. Cek selalu aplikasi yang meminta otorirasi. Sebelum menginstal aplikasi, cek nama dan validitasnya.

4. Berhati-hatilah jika Anda mendapat pesan aneh berisi link dari teman Anda, sementara teman Anda tersebut tidak biasanya posting seperti itu.

5. Selalu verifikasi URL sebelum mengkliknya. Coba arahkan kursor mouse Anda ke link tersebut (tapi jangan klik), cek detil link tersebut di footer browser Anda apakah link tersebut merupakan URL Phishing. URL phishing sekilas mirip dengan URL sebuah situs terkenal. Misalnya YouTube.com, namun ketika diklik alamat URL-nya malah YoueTube.com.

6. Jika Anda mengklik sebuah link lalu muncul halaman yang isinya aneh atau mencurigakan, jangan klik link atau icon apapun pada halaman tersebut.

7. Jika pesan terlihat mencurigakan, segera hapus dari wall Facebook Anda. Jangan sampai terperangkap penipuan klasik seperti ini. (http://oppo.liputan6.com/)

Minggu, 28 Desember 2014

Dua Anggota Yakuza Selundupkan Empat Kilogram Emas Dari Hongkong ke Jepang

Dua Anggota Yakuza  Selundupkan  Empat Kilogram Emas  Dari Hongkong  ke Jepang
KOMPAS.com
ilustrasi 

 Menjelang  Natal lalu, dua orang anggota Yakuza dengan berani menyelundupkan empat kilogram emas yang dipisah-pisah di dalam kopornya dari HongKong masuk ke Jepang. Pihak pabean bandara internasional Fukuoka sebelumnya telah mencurigai kedua orang tersebut dan ternyata setelah diperiksa menggunakan scanner-X terdeteksilah empat kilogram emas tersebut.

"Keduanya adalah anggota Yakuza dan memang telah mengakui saat ditangkap bahwa mereka memasukkan dengan tanpa melaporkan, menyelundupkan agar tidak bayar pajak masuk," papar sumber Tribunnews.com pagi ini (28/12/2014).

Kepolisian perfektur Fukyoka yang ada di selatan Jepang itu sebelumnya mengakui telah curiga dengan gelagat kedua orang anggota mafia Jepang - Yakuza, dari kelompk Yamaguchi-gumi, yaitu Hiroaki Ishimaru (45) dan Yuichi Nagano (30) dari kelompok Fukuhaku-kai yang ada di Fukuoka dengan anggota saat ini sekitar 330 orang.

Kejadian 12 Desember lalu saat memasuki bandara internasional Fukuoka dari HongKong. Tiap kilogram emas batangan itu di pisah di berbagai kopor dan tas kedua orang tersebut.
Setelah melewati sensor yang tak dapat diketahui kepastiannya, pihak pabean meminta membongkar kopor kedua orang untuk memastikan benda apa yang ada di dalam kopor dan tas tersbeut. Akhirnya ditemukan empat batangan emas/ Tetapi dalam surat pernyataan yang biasa diberikan ke pihak pabean, mereka tidak melaporkan adanya emas batangan tersebut yang menurut peraturan harus dituliskan karena akan dikenakan pajak impor.

Jumlah 4 kilo emas itu diperkirakan bernilai sekitar 18 juta yen. Begitu ketahuan menyelundupkan emas, langsung keduanya ditahan dan diproses pihak kepolisian lebih lanjut untuk mengetahui asal muasal emas tersebut dan bukti pembelian serta data lain, karena mereka adalah anggota Yakuza yang mendapat perhatian utama dari pemerintah Jepang sebagai anggota kelompok kejahatan terorganisasi di Jepang. (www.tribunnews.com)

PELAKSANAAN PIDANA PENJARA DENGAN SISTEM PEMASYARAKATAN



Pada Tahun 1963, dr. Sahardjo dalam pidato pengukuhan gelar Honoris causa di Universitas Indonesia membuat suatu sejarah baru dalam sistem kepenjaraan Indonesia mengemukakan “Bahwa Narapidana itu adalah orang yang tersesat yang mempunyai waktu dan kesempatan untuk berotobat, yang dalam keberadaannya perlu mendapat pembinaan. Selanjutnya dikatakan tobat tidak dapat dicapai dengan hukuman dan penyiksaan, tetapi dengan bimbingan agar kelak berbahagia didunia dan akhirat” (Barda Nawawi Arief, 1998: 68)
Memahami fungsi lembaga pemasyarakatan yang dilontarkan Sahardjo sejak itu dipakai sistem pemasyarakatan sebagai proses. Dengan dipakainya sistem pemasyarakatan sebagai metode pembinaan jelas terjadi perubahan fungsi Lembaga Pemasyarakatan yang tadinya sebagai tempat pembalasan berganti sebagai tempat pembinaan. Didalam perjalanannya, bentuk pembinaan yang diterapkan bagi Narapidana (Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan 1990, Departemen Kehakiman) meliputi:
    Pembinaan berupa interaksi langsung, bersifat kekeluargaan antara Pembina dan yang dibina.
    Pembinaan yang bersifat persuasif yaitu berusaha merubah tingkah laku melalui keteladanan.
    Pembinaan berencana, terus menerus dan sistematika.
    Pembinaan kepribadian yang meliputi kesadaran beragama, berbangsa dan bernagara, intelektual, kecerdasan, kesadaran hukum, keterampilan, mental spiritual.
Tujuan pembinaan Narapidana selanjutnya dikatakan untuk memperbaiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) para Narapidana dan anak didik yang berada di dalam LAPAS atau RUTAN.
Pelaksanaan pidana penjara dengan menonjolkan aspek pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan/ Rumah Tahanan Negara, hingga saat ini mengalami hambatan. Hal ini antara lain disebabkan keterbatasan sarana fisik yang memakai bangunan peninggalan Hindia Belanda, untuk dalam berinteraksi dengan penghuni lain sangat dekat sehingga tidak menutup kemungkinan berkumpulnya pelanggar hukum dengan berbagai karakteristik masa pidana yang harus dijalani dan sangat memungkinkan mereka saling bertukar pengalaman mengenai cara-cara melakukan kejahatan yang lebih canggih.
Isu disekitar tukar pengalaman diantara sesama Narapidana, mengisyarakatkan bahwa tingkah laku kriminal itu dipelajari dalam hubungan interaksi dengan orang lain melalui suatu proses komunikasi. Bagian penting dari mempelajari tingkah laku kriminal tersebut, termasuk didalamnya teknik melakukan kejahatan dan motivasi atau dorongan. Dorongan tertentu ini dipelajari melalui penghayatan atas peraturan perundang-undangan, menyukai atau tidak menyukai. Seseorang menjadi deliquent karena penghayatan terhadap peraturan perundang-undangan lebih suka melanggar daripada mentaati.
Memahami teori tersebut, maka tepat kalau LAPAS potensial dan strategis sebagai tempat berinteraksi antara Narapidana berpengalaman dengan Narapidana pemula. Hal ini dimungkinkan pada saat berlangsung suatu acara maupun kegiatan pembinaan. Oleh karena itu, semakin lama berada di penjara semakin mungkin seseorang itu menjadi terpenjara. Hal ini sangat relevan sebagaimana dikemukakan  oleh Muladi (1998:56), bahwa “pertama, sub kultur penjahat yaitu apabila Narapidana mengikuti kehidupan yang ada di penjara. Kedua, sub kultur pencuri yaitu apabila Narapidana menghayati kultur jahat dari luar. Dan ketiga, sub kultur yang benar yaitu apabila Narapidana mengikuti norma yang benar.”
Memahami budaya umum yang berkembang di penjara bertujuan untuk mengetahui proses sosialisasi Narapidana, khususnya hubungan antara apa yang dialami selama menjalani hukuman serta keterkaitan dia dengan dunia luar. Kehendak Narapidana untuk tetap mengikuti pola-pola yang diinginkan oleh Pembina sering berbenturan dengan apa yang dilihat dan dialami selama berinteraksi dengan sesama darapidana.
Dalam hal ini Narapidana yang menjalani hukuman lebih lama, sering memanfaatkan Narapidana yang menjalani pidana lebih singkat untuk dijadikan sahabat yang menguntungkan agar tidak mematuhi peraturan. Hal lain yang memungkinkan LAPAS itu sebagai sekolah kejahatan disebabkan oleh banyaknya bekas Narapidana setelah berada di masyarakat melakukan kembali kejahatan sehingga dicap sebagai residivis.
Dalam hukum pidana kita terdapat jenis pidana yang bersifat menghilangkan kemerdekaan bergerak dari terpidana yaitu pidana penjara. Hal ini terdapat dalam ketentuan pasal 10 KUHP. Tujuan dari pidana penjara sendiri menurut Saharjdo,SH dalam pidato penerimaan gelar doctor honoris causa dalam ilmu hukum dari Universitas Indonesia tanggal 5 Juli 1963 adalah sebagai berikut: “Disamping menimbulkan rasa derita pada terpidana karena hilangnya kemerdekaan bergerak,membimbing terpidana agar bertobat,mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat sosialis Indonesia yang berguna. Dengan singkat tujuan pidana adalah kemasyarakatan”. Jadi, di sini jelas bahwa dalam pelaksanaan pidana penjara tidak hanya bertujuan sebagai pembalasan saja melainkan juga harus disertai dengan pembinaan terhadap para terpidana dan pembinaan ini merupakan hal terpenting untuk orientasi ke depan. Sejak tahun 1964 penjara bagi suatu tempat untuk menjalankan pidana penjara sudah diganti dengan istilah Lembaga Pemasyarakatan (LP). Perubahan ini memiliki hubungan dengan gagasan Dr. Saharjo untuk menjadikan LP bukan sebagai suatu tempat yang semata-mata menghukum dan menderitakan orang. Akan tetapi suatu tempat untuk membina atau mendidik orang-orang yang telah berkelakuan menyimpang agar setelah menjalani pembinaan di LP dapat menjadi orang dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat.
Menurut Mohamad Suhardi dalam perspektif sosiologis, kejahatan merupakan tindakan menyimpang individu sebagai hasil dari interaksi menyimpang individu itu di tengah masyarakatnya. Dari perspektif ini perlu dikembangkan sebuah teori pembinaan terhadap narapidana sebagai pelaku kejahatan, yaitu teori penyatuan kembali interaksi narapidana tersebut secara wajar dengan nilai-nilai positif masyarakatnya/reintegrasi social (Nasib Penjara Kita, Kompas 3 Oktober 2005) Pelaksanaan pidana penjara dengan sistem pemasyarakatan, tidak hanya ditujukan untuk mengayomi masyarakat dari bahaya kejahatan, melainkan juga orang-orang yang tersesat karena melakukan tindak pidana perlu diayomi dan diberikan bekal hidup sehingga dapat menjadi warga yang berfaedah di dalam masyarakat. Namun dalam kenyataannya sangat tidak mudah mewujudkan tujuan mulia tersebut. Dalam praktek di lapangan banyak menemui kendala dan hambatan diantaranya masih banyak ditemukan berbagai bentuk kekerasan serta diskriminasi di Lembaga Pemasyarakatan. Keadaan tersebut mengakibatkan tujuan pidana penjara di negara kita kurang dapat terwujud secara efektif.
Dalam menjalani pidana penjara di Lembaga Pemasyarakatan, narapidana wajib menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang diwajibkan kepadanya menurut ketentuan pelaksanaan dari Pasal 29 KUHP. Kewajiban bekerja atau menjalankan pekerjaan bagi narapidana penjara dapat juga dilakukan di luar Lembaga Pemasyarakatan, kecuali bagi.
a. Narapidana yang dipidana penjara seumur hidup
b. Narapidan wanita
c. Narapidana yang menurut pemeriksanaan dokter dengan pertimbangan tertentu tidak dapat bekerja di luar Lembaga Pemasyrakatan.
Selain ketentuan tersebut narapidana penjara dapat juga tidak diperbolehkan untuk bekerja di luar tembok Lembaga Pemasyarakatan, yakni jika dalam putusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu hakim tidak memperbolehkan narapidana untuk bekerja di luar LP.
Secara umum proses pembinaan narapidana dengan Sistem Pemasyarakatan Indonesia terdiri atas 4 (empat) tahap. Dalam tahap pertama lembaga pemasyarakatan melakukan penelitian terhadap hal ikhwal narapidana; sebab dilakukannya suatu pelanggaran. Pembinaan ini dilaksanakan saat yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana sampai dengan 1/3 (sepertiga) masa pidananya. Masa ini juga merupakan masa orientasi berupa masa pengamatan, pengenalan, dan penelitian lingkungan yang dilakukan paling lama satu bulan. Di sini para narapidana mendapatkan pembinaan kepribadian diantaranya :
a. Pembinaan kesadaran beragama
b. pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara
c. pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan)
d. pembinaan kesadaran hukum.
Pada tahap ini, pembinaan dilakukan didalam lembaga pemasyarakatan dengan pengawasan maksimum.
Pada tahap kedua dimana narapidana tersebut dianggap sudah mencapai cukup kemajuan maka kepada narapidana diberikan kebebasan yang lebih banyak dan ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan dalam pengawasan medium security. Yang dimaksud dengan narapidana telah menunjukkan kemajuan disini adalah dengan terlihatnya keinsyafan, perbaikan diri, disiplin dan patuh pada peraturan tata-tertib yang berlaku di Lembaga. Tahap ini dilakukan setelah narapidana menjalani 1/3 sampai ½ masa pidana. Di sini narapidana mendapatkan pembinaan kepribadian lanjutan serta pembinaan kemandirian antara lain :
a. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri
b. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil
c. Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing
d. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri/Pertanian/Perkebunan dengan teknologi madya/ tinggi.
Tahap ketiga selanjutnya ialah tahap asimilasi yang dilakukan setelah menjalani 1/2 dari masa pidana yang sebenarnya. pelaksanaannya terdiri dari 2 bagian yaitu yang pertama waktunya dimulai sejak berakhirnya tahap awal sampai dengan 1/2 dari masa pidananya. Pada bagian ini pembinaan masih dilaksanakan di dalam Lapas dengan sistem pengawasan menengah (medium security). Bagian kedua dimulai sejak berakhirnya masa lanjutan pertama sampai dengan 2/3 masa pidananya. Dalam bagian lanjutan ini narapidana sudah memasuki tahap asimilasi dan selanjutnya dapat diberikan pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas dengan pengawasan minimum.
Tahap keempat atau tahap akhir dilaksanakan setelah proses pembinaan telah berjalan selama 2/3 masa pidana yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 bulan. Pembinaan tahap akhir yaitu berupa kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program integrasi yang dimulai sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan selesainya masa pidana. Pada tahap ini, bagi narapidana yang memenuhi syarat diberikan cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat. Pembinaan dilakukan diluar Lapas oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yang kemudian disebut pembimbingan Klien Pemasyarakatan. Setelah tahap-tahap tersebut narapidana siap untuk dikembalikan ke masyarakat dan diharapkan menjadi manusia yang madiri, tidak melakukan tindak pidana lagi, serta dapat berperan aktif dalam masyarakat. (http://bhallatu.blogspot.com)

Jumat, 26 Desember 2014

PREMANISME: KUTUKAN ORDE BARU

(Catatan Ringan Tentang Gejala Premanisme Kontemporer)

Tindakan tegas bagaimana? Ya, harus dengan kekerasan. Tetapi, kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan.. dor.. dor.. begitu saja, bukan! Yang melawan, mau tidak mau, harus ditembak. Karena melawan, mereka ditembak. Lalu, ada yang mayatnya ditinggalkan begitu saja. Itu untuk shock therapy, terapi goncangan. Ini supaya orang banyak mengerti bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada yang bisa bertindak dan mengatasinya. Tindakan itu dilakukan supaya bisa menumpas semua kejahatan yang sudah melampaui batas perikemanusiaan itu. Maka, kemudian meredalah kejahatan-kejahatan yang menjijikkan itu. ” (Soeharto (Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (1989), Dalam Ramadhan K.H.)
Argumentasi  Soeharto Diatas  Menunjukan Bahwa Kejahatan Harus Ditumpas Tanpa Belas Kasih, Memang Demikian Realitasnya. Melalui Operasi yang Dinamakan "Operasi Clurit" Berhasil Memangkas para Pengganggu Kenyamanan Bermasyarakat -Kajian Kriminologi KritisInteraksionis-  Sampai Pada Tingkat yang Memuaskan, Setidaknya pada tahun 1983 tercatat 532 orang tewas, 367 orang (Preman) di antaranya tewas akibat luka tembakan-  Kondisi ini berlanjut sampai tahun 1985.(Kompas 2 Dec 2011) . Menurut Penulis Operasi Ini Merupakan Kebijakan Paling Brilian yang Dirintis Rezim Orde Baru Dari Serangkaian kebijakan yang di Anggap tidak Berpihak kapada rakyat Tertindas. Penembak Misterius (PETRUS) Begitulah Para Pemberantas Patologi Sosial Ini Sering Disebut, Dengan Memanfaatkan Legalitas Operasi Celurit, Petrus Menjadi Agenda Sisipan paling Mujarab di tengah Keruwetan Sosial Masyarakat Ibukota yang Terlanjur Terkontaminasi Debu Kriminalitas. Faedah yang Kemudian Di Rasakan Masyrakat Pada Era ini Sungguh Memuaskan. Anda Tidak Perlu takut Untuk Pulang Larut Malam Ketika Melewati Tanah Abang, Begitu Pun Ketika Anda Mengantri Di ATM Kampung Melayu, Jakarta .Tentunya Tidak Perlu Teralalu Was-Was Terhadap Kondisi Sekitar. Berbanding Terbalik Ketika 2 Hal yang saya Contohkan di atas Terjadi Di Era Ini ( 90-Milenium) ,Bisa dipastikan Takkan Selamat dari Incaran Preman-Preman Kehausan.
Aman, Damai, Tentram itulah Kesan yang bisa ditangkap ketika "Kebijakan" Petrus ini Di Laksanakan, Bahkan Ketua MPR/DPR Amir Machmud Era 80-an Mendukung “Diskresi” Ini Dengan Bergumam "Setuju mengenai adanya penembak-penembak misterius dalam menumpas pelaku kejahatan. Demi untuk memberikan rasa aman kepada 150 juta rakyat Indonesia, tidak keberatan apabila ratusan orang pelaku kejahatan harus dikorbankan".(Sinar Harapan, 21 Juli 1983) . Bukan Tanpa Kritik Mantan Wakil Presiden RI Adam Malik Mengecam Keras Tindakan ini Dengan Menyatakan "Ja­ngan mentang-mentang penjahat kerah dekil langsung ditembak, bila perlu diadili hari ini langsung besoknya dieksekusi ma­ti", Hujatan yang tak jauh berbeda Juga Datang Dari Para Penggiat HAM Diantarnya Adnan Buyung Nasution Berucap "Jika usaha pemberantasan kejahatan dilakukan hanya dengan main tembak tanpa melalui proses pengadilan maka hal itu tidak menjamin adanya kepastian hukum dan keadilan. Padahal kedua masalah tersebut merupakan tuntutan hakiki yang diperjuangkan orang sejak zaman Romawi Kuno. Jika cara-cara seperti itu terus dilakukan maka lebih baik lembaga pengadilan dibubarkan saja. Jika ada pejabat apapun pangkatnya dan kedudukannya, mengatakan tindakan main dor-doran itu benar, saya tetap mengatakan hal itu adalah salah. Kesan yang dapat ditangkap dari para pengkritik kebijakan ini adalah Mereka menginginkan harus adanya proses hukum (Peradilan) dari Negara, dan tidak seharusnya Main Tembak Ditempat karena Dirasa Bertentangan Dengan Nilai-Nilai Hak Asasi Manusia. Sekali Lagi Bertentangan Dengan HAM.  Pertanyaan yang Kemudian Timbul Di Permukaan Adalah Apakah Korban Dari Tindakan Premanisme Akhir-Akhir Ini Bukan Tumbal Dari  Pelanggran HAM,? Dimulai dari tertangkapnya John Kei, tersangka kasus dugaan pembunuhan bos PT Sanex Steel, lalu dilanjutkan dengan penyerangan ,Mem-babi-buta di RSPAD Gatot Subroto, Dsb. apabila Kita Mengkaji Hal Ini Secara Parsial tentunya tidak Fair. Maka  Asumsi Sementara yang akan Lahir dari Proses ini Adalah Segerombolan Pemuda yang Berwatak Premanis Berperawakan tidak Humanis, Mengobrak -Abrik Tatanan Kedamaian Masyarakat, Membajak Ketentraman Rakyat, Dan Memecah Persatuan Bangsa, Dilindungi Oleh HAM.
 Yang Dimaksud Dilindungi Oleh Ham Adalah Tindakan Kriminal Mereka yang Berulang-Ulang Di Anggap  Sebagai Tindak Pidana Biasa Kemudian Di Blending dengan Criminal Justice System (Paradilan) Di Negeri Ini yang Krisis Kejujuran Serta Moral, Paling Tinggi Implikasi Hukum yang akan Di Dapatkan Para Preman ini Tidak Jauh Berbeda Dengan Hukuman Seorang Pencuri ayam. Padahal Kejahatan yang Dilakukan Menurut Penulis  Sudah Tergolong Extra Ordinary Crime Karena Telah Mengganggu Ketentraman  Hidup Orang Banyak (Menjurus Ke Terorisme). Setidaknya dalam LEVIATAN Karya Thomas Hobbes negara diberikan kekuasaan untuk meneror warganya sendiri demi menjamin keberlangsungan hidup mereka (warga negara lainnya). Hal Serupa Juga Bisa Dilihat Dalam Pemikiran Pemikir Rusia Nikolai Gavrilovich Chernyshevsky (1849) yang Merupakan Pelopor Reformasi Rusia Menurut Chernyshevsky “orang (Negara) harus Bertindak Demi dan Untuk Kepentingan yang lebih besar yaitu Masyarakat” Dalam Konteks Ini Represif Merupakan Kata Paling  Tepat, Untuk Mewujudkan Utilitarianisme Ala Chernyshevsky dan Melindungi Kepentingan Orang Banyak.  Pengadilan Sudah Tidak Menjadi Ukuran Tegaknya Hukum, Fakta yang terjadi Di Lapangan Memang Demikian, maka perlu penanganan khusus. Penting kiranya merumuskan  strategi Penanganan Extra dalam Pemberantasan Premanisme di Indonesia, Apalagi Semakin Modernnya Modus Operandi  Tindak Pidana Tersebut diantaranya Bermodus Industrialisasi Kapitalis (Penagihan Hutang-DebtCollector, Pengelola Club Hiburan Dsb). Kriminolog UI Irvan Olii mengungkapkan Pendapat mengejutkan. Menurutnya, premanisme di Indonesia sudah menjadi budaya dan tidak akan dapat diberantas. Terpikir Untuk Menimbang Kembali Eksistensi PETRUS di Era Reformasi. Ah... Mungkin Inilah Kutukan Orde Baru.
Tulisan ini diterbitkan oleh Harian Radar Halmahera (Jawa Post Group) sekitar bulan April tahun 2012. Dan Juga salah satu Tema di dalam Buku Kumpulan  Tulisan "Potret Hukum dan Demokrasi"

Kamis, 25 Desember 2014

Mereka yang Mundur Akibat Ketahuan Nepotisme

Menteri Luar Negeri (Menlu) Korea Selatan (Korsel) Yu Myung-hwan. Foto Reuters
Menteri Luar Negeri (Menlu) Korea Selatan (Korsel) Yu Myung-hwan. Foto Reuters
news
 
Tiga pejabat ini memberi contoh bahwa nepotisme menjadi aib di negara mereka. Apakah ini pernah terjadi di Aceh?

 
NEPOTISME di kalangan pejabat pemerintahan merupakan aib yang sangat memalukan. Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks derogatori.
Di Indonesia, tuduhan adanya nepotisme bersama dengan korupsi dan kolusi (ketiganya disingkat menjadi KKN) dalam pemerintahan Orde Baru, dijadikan sebagai salah satu pemicu gerakan reformasi yang mengakhiri kekuasaan presiden Soeharto pada tahun 1998.
Sedangkan di negara-negara maju, tudingan nepotisme terasa lebih hina dari korupsi itu sendiri. Sejumlah pejabat tinggi bahkan rela melepas jabatannya begitu sikap nepotisme terbongkar ke publik. Berikut sejumlah pejabat penting dunia yang mundur karena ketahuan nepotisme:
Menteri Kebudayaan Denmark
Menteri Kebudayaan Denmark, Uffe Elbæk mengundurkan diri karena dituduh melakukan nepotisme. Ia mengundurkan diri untuk mencegah situasi yang dapat membayangi prestasi-prestasi pemerintah Denmark saat ini.
Elbaek seperti dilansir The Copenhagen Post (5/12) menyatakan pengunduran dirinya setelah dikritik melakukan nepotisme dan dituduh menyalahkan wewenang dengan menjamu 5 orang staf di Sekolah Seni tempat suaminya bekerja dan Elbaek sendiri sebagai anggota Dewan di sekolah itu.
Menurut The Copenhagen Post, ia diterpa badai politik setelah terungkap menghabiskan dana sebesar 180.000 Kroner Denmark atau setara Rp.350-an juta untuk kepentingan usaha suaminya, termasuk jamuan makan malam resmi bagi 5 staf di Akademi Seni ”Akademiet Utaemmet Kreativiet (AFUK).
"Sore ini saya telah membuat keputusan, sangat sulit, tapi benar dan telah mengatakan kepada Perdana Menteri bahwa saya ingin mengundurkan diri sebagai Menteri Kebudayaan," tulis Elbæk di akun Facebooknya dikutip The Copenhagen Post.
Menlu Korsel Mundur Akibat Nepotisme
Dituding melakukan praktik nepotisme karena menerima anak perempuannya bekerja di Kementerian Luar Negeri Korea Selatan (Korsel), Menlu Korsel Yu Myung-hwan akhirnya mengundurkan diri.

Yu, 64, mundur dari jabatannya setelah skandal penerimaan putrinya, Yu Hyun-sun, di kementerian yang dipimpinnya itu terbongkar. Pada 2006 putri Yu mengawali karier politiknya di biro perdagangan internasional. Tiga tahun kemudian putrinya itu mengundurkan diri.

Pada Juli lalu putri Yu melamar sebagai pekerja kontrak, tetapi ditolak. Namun,  putri Yu mendadak diterima kembali di posisi dia dulu melamar.
Yu telah berusaha meredam persoalan skandal tersebut dengan meminta maaf kepada publik. Dia langsung mendepak putrinya dari pekerjaan baru itu, Jumat (3/9).
Menhan Inggris Liam Fox
Menteri Pertahanan Inggris Liam Fox mengundurkan diri gara-gara ketahuan nepotisme, Jumat, 14 Oktober 2011.
Liam Fox dituduh menarik seorang pria ke lingkungan terdalam kementerian pertahanan yang sama sekali tidak memiliki fungsi apakah sebagai pakar pertahanan ternama atau mantan militer.
Pria yang ditarik ke Kementerian Pertahanan tersebut hanya sekedar teman pribadi yang menjadi saksi dalam pernikahan Fox beberapa tahun lalu. Sayangnya,  pria ini, Adam Werrity, tidak memiliki fungsi apapun apakah itu di parlemen, di pemerintahan bahkan di kementrian sekalipun. Tapi dalam kartu namanya Werrity tercantum sebagai penasihat menteri.
Nah, bagaimana dengan di Aceh? Adakah pejabat yang mundur karena ketahuan nepotisme? (http://atjehpost.co)





Tak Ada Remisi Buat Mantan Deputi Gubernur Senior BI Miranda Goeltom


Tak Ada Remisi Buat Mantan Deputi Gubernur Senior BI Miranda Goeltom
DOKUMENTASI TRIBUNNEWS
Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda S Goeltom mengenakan baju tahanan KPK saat menunggu jalannya sidang perdana dirinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (24/7/2012). (FOTO: TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) 

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengungkapkan, pemerintah tak memberikan remisi kepada terpidana kasus cek pelawat, Miranda Swaray Goeltom. Yasonna memastikan bahwa tak ada koruptor yang mendapat pengurangan hukuman pada hari Natal ini.
"Ibu Miranda diajukan, tetapi tidak ada remisi buat dia," kata Yasonna di Istana Kepresidenan, Rabu (24/12/2014) malam.
Yasonna mengaku sudah memberikan remisi Natal kepada 9.000 narapidana di seluruh Indonesia. Namun, dari 150 permohonan pemberian remisi Natal untuk koruptor, pemerintah tak mengabulkannya.
Yasonna menuturkan bahwa pemerintah berpegangan pada Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Pengetatan Pemberian Remisi untuk Terpidana Kasus Korupsi, Narkoba, dan Terorisme. Di dalam aturan itu, seorang narapidana kasus korupsi, narkoba, dan terorisme harus memenuhi sejumlah syarat untuk bisa mendapatkan remisi.
Syarat-syarat itu, misalnya, menjadi justice collaborator, tidak mengulangi perbuatan yang sama, hingga bersedia mengganti kerugian. Kemenkumham bekerja sama dengan beberapa lembaga penegak hukum untuk memantau persyaratan itu terpenuhi atau tidak dan mengeluarkan surat rekomendasi.
Vonis Miranda
Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan Miranda. Dengan demikian, Miranda tetap dihukum tiga tahun penjara. Majelis hakim MA menilai, putusan pengadilan tingkat pertama dan banding sudah benar serta relevan.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan pidana penjara tiga tahun kepada Miranda. Dia dianggap terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Putusan ini diperkuat pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Tipikor pada PT DKI Jakarta.
Menurut majelis hakim Pengadilan Tipikor, Miranda terbukti bersama-sama Nunun Nurbaeti menyuap anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 untuk memuluskan langkahnya menjadi Deputi Gubernur Senior BI pada 2004. Adapun Nunun lebih dulu divonis dua tahun enam bulan penjara dalam kasus ini. Meski pemberian suap tidak dilakukan Miranda secara langsung, majelis hakim menilai ada serangkaian perbuatan Miranda yang menunjukkan keterlibatannya.
Miranda dianggap ikut menyuap karena perbuatannya berhubungan dan berkaitan erat dengan perbuatan aktor lain, seperti Nunun Nurbaeti, serta anggota DPR 1999-2004, Hamka Yamdhu dan Dudhie Makmun Murod. Johan mengatakan, sejak awal, KPK memang berkeyakinan bahwa Miranda terlibat dalam pemberian suap berupa cek perjalanan itu. Lihat di sini juga. (KOMPAS.COM)

Rabu, 24 Desember 2014

Modus Baru Penipuan Logo SNI di Mainan

Modus Baru Penipuan Logo SNI di Mainan (Ilustrasi: Okezone)
Modus Baru Penipuan Logo SNI di Mainan

Direktur Jenderal Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo mengungkapkan ada modus baru penipuan mainan tak aman. Jika biasanya pedagang mengakali dengan menempel SNI palsu dengan stiker, kali ini ada modus baru.
Pedagang mengganti Kode HS (Kode barang Impor) mainan dengan Kode HS produk yang tidak diwajibkan menggunakan logo SNI.
"Ini modus baru, dia menghindari kewajiban wajib SNI, karena dia pakai kode HS gantungan kunci untuk mainan, ini modus baru," kata Widodo saat ditemui di Kantor Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah Perdagangan (KUMKMP) DKI Jakarta, Senin (22/12/2014).
Modus baru ini, lanjutnya, seolah-olah ini gantungan kunci, padahal ini mainan. "Kemarin juga ada, dia menggunakan Kode HS asesoris tapi sebenarnya dijual di toko mainan anak, dan yang gunain juga anak-anak," imbuhnya.
Menanggapi hal ini, Widodo mengatakan akan segera memproses pelanggaran ini. Pihaknya mengaku akan melaporkan secepatnya kepada pihak bea cukai untuk mencabut izin impor dari importir tersebut.
"Ini akan di proses, Ini akan saya informasikan ke bea cukai supaya di blokir, ini ditemui di Mall Of Indonesia, di Toys Kingdom," tutupnya.
(http://economy.okezone.com/)

Selasa, 23 Desember 2014

Daftar Sandi Korupsi, dari 'Obat' hingga 'Pustun'

 

Daftar Sandi Korupsi, dari 'Obat' hingga 'Pustun'  
Angelina Sondakh bersaksi dalam sidang lanjutan korupsi Hambalang dengan terdakwa Anas Urbaningrum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 14 Agustus 2014. Saksi yang hadir adalah Angelina Sondakh, mantan Direktur Pemasaran PT. Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang, Neneng Sri Wahyuni. TEMPO/Dhemas Reviyanto

 Saat rumahnya digeledah Komisi Pemberantasan Korupsi awal Desember lalu, Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron mencoba menyuap penyidik. Komisi antirasuha mengumpulkan semua seluler di rumah Amin di Kampung Saksak, Kelurahan Kraton, Kecamatan Kraton, Kabupaten Bangkalan, Madura. Saat melihat penyidik mengumpulkan gepokan uang di rumahnya untuk dijadikan barang bukti, Fuad buka suara.

"Ini ada 'obatnya' enggak, Mas?" ujar Fuad kepada salah satu investigator. Maksud dia, apakah persoalan itu dapat diselesaikan dengan uang. Si penyidik tersenyum. "Kalau KPK, tidak ada 'obatnya', Pak," tuturnya. Fuad kembali membisu.

Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan mengatakan 'obat' adalah salah satu dari sekian banyak kode yang dipakai koruptor. Sandi itu, kata dia, hanya diketahui oleh sesama koruptor. Bahasa itu dipakai untuk memuluskan proses negosiasi antara mereka.

"Untuk menghindari orang lain tahu. Khususnya penegak hukum," kata Ade saat dihubungi, Selasa, 23 Desember 2014. Menurut Ade, kode tersebut hanya bisa dipahami oleh 'jamaah' mereka sendiri. Kode itu, kata dia, bahkan dapat memakai istilah keagamaan. "Kita tak bisa berijtihad soal kode-kode itu," kata Ade.

Selain obat, berikut adalah kode rasuah yang pernah dipakai koruptor.

1. Kacang Pukul

Terdakwa kasus suap Gubernur Riau nonaktif Annas Maamun dan Gulat Medali Emas Manurung ternyata sempat memberikan kode akan menyerahkan uang suap. Kode tersebut disampaikan kepada ajudan Annas, Triyanto.

"Terdakwa menelepon saya pada 23 September 2014 dan mengatakan bahwa kacang pukul sudah dikumpulkan. Saya diminta menyampaikan pesan itu pada Annas," ujar Triyanto.

Kacang pukul adalah makanan ringan dari kacang dan gula yang ditumbuk, penganan khas daerah Rokan Hilir, Riau. Sebelum menjabat Gubernur Riau, Annas pernah menjabat sebagai Bupati Rokan Hilir.

2. Ekor dan Ton Emas

Pengacara Adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Chaeri Wardana alias Wawan, yakni Susi Tur Andayani memberi suap kepada Akil Mochtar, yang kala itu menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Susi memakai kata "ekor" saat berkomunikasi dengan Akil perihal uang untuk pembayaran dalam kasus sengketa pemilihan Bupati Lebak, Banten.

"Ass..(Assalamualaikum) Pak, Bu atut lg (lagi) ke singapur (Singapura), brg (barang) yg (yang) siap 1 ekor untuk lebak aja (saja) jam 14 siap tunggu perintah bpk (bapak) aja (saja) sy (saya) kirim ke mana..," kata Susi melalui pesan pendek kepada Akil, 1 Oktober 2013.

Dalam sejumlah komunikasi, Akil juga kerap menggunakan kode. Dengan Chairun Nisa, politikus Golkar yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, misalnya, Akil menggunakan kode “tiga ton emas” untuk uang Rp 3 miliar.

3. Ustad, Pesantren, dan Kiai

Kasus korupsi pengadaan Al-Quran melibatkan pengurus Departemen Desentralisasi dan Pembangunan Daerah Partai Golongan Karya, Fahd A. Rafiq dan Dendy Prasetya, putra anggota Komisi Agama DPR Zulkarnaen Djabar.

Fahd kerap menitip pesan kepada Dendy, "Itu jatah 'ustad dan pesantren', jangan diutak-atik." Pada kesempatan lain, Fahd berpesan, "Apakah 'kaveling untuk kiai' sudah disediakan?"

Istilah "kiai", "ustad", dan "pesantren", kata sumber Tempo, diduga merupakan sandi bagi para penerima dana hasil proyek tersebut. "Kiai" merujuk pada para politikus di Senayan, "ustad" buat simbol para pejabat di Kementerian Agama, sedangkan "pesantren" untuk partai politik.

4. Apel Malang, Apel Washington, dan Salak Bali

Dalam kasus suap Wisma Atlet Jakabaring, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Angelina Sondakh berkomunikasi melalui Blackberry Messenger dengan Direktur Marketing PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang.

Dalam percakapan tersebut, Angie menagih apel Malang dan apel Washington ke Rosa, yang saat itu masih aktif sebagai Direktur Marketing PT Anak Negeri, anak perusahaan Grup Permai. "Apel " itu diminta Angie lantaran ia sudah ditagih Ketua Besar dan Bos Besar.

Menurut Rosa, apel Washington adalah sandi untuk duit dolar dan apel Malang sandi untuk duit rupiah. Adapun Ketua Besar, menurut Rosa, bisa jadi Wakil Pimpinan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Mirwan Amir atau pun Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Bos Besar adalah Muhammad Nazaruddin. Namun Bos Besar versi Angie, kata Rosa, adalah Mirwan.

5. Pustun dan Jawa Sarkia

Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera yang menjadi tersangka kasus suap impor daging diketahui mempunyai lebih dari satu istri. Tahun 1984 Luthfi menikahi Sutiana Astika. Pernikahan pertama mempunyai 12 anak. Istri kedua, Lusi Tiarani Agustine dinikahi tahun 1996. Tiga orang anak diperoleh dari pernikahan tersebut.

Istri ketiga yang membuat namanya mencuat. Pada persidangan diperdengarkan rekaman pembicaraan dengan Ahmad Fathanah. Fathanah, "Istri-istri antum sudah menunggu semua." Luthfi, "Yang mana aja. Yang pustun-pustun apa Jawa sarkia." Fathanah, "Pustun."
Kata Pustun bermakna sebutan untuk orang dari Pakistan, Afghanistan, atau Iran. Istri ketiga Luthfi Darin Mumtazah kebetulan keturunan Arab. Darin dinikahi tahun 2012.

Yang membuah heboh, Darin masih duduk di kelas tiga sekolah menengah kejuruan (SMK) dan baru berumur 18 tahun. Meskipun begitu, hubungan mereka layaknya suami istri. "Darin manggil Pak Luthfi itu Papah, dan Pak Luthfi manggil Darin, Mama," kata Sayitno, Satpam kompleks, yang mendengar percakapan keduanya. (www.tempo.co)

Senin, 22 Desember 2014

UU P3H Ancam Kewenangan KPK Usut Korupsi di Sektor Kehutanan


KOMPAS.com/Abba Gabrillin Juru bicara KPK Johan Budi, memberikan keterangan dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jumat (18/7/2014)dini hari.Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan di rumah Bupati Karawang, Jawa Barat.

Koalisi Anti Mafia Hutan menilai, adanya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) di sektor kehutanan dapat mengancam kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus-kasus korupsi di sektor Kehutanan.

Pasalnya, undang-undang tersebut memiliki tugas dan wewenang dalam menangani kasus pidana di sektor kehutanan. "Sebuah aturan yang cenderung menjadi celah bagi pelaku korupsi, khususnya yang terkait dengan sektor kehutanan untuk menghindari proses hukum yang seharusnya dilakukan oleh KPK," ujar peneliti dari Auriga yang merupakan bagian dari Koalisi Anti Mafia Hukum, Syahrul Fitra, dalam jumpa pers di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jalan Kalibata Timur IV, Jakarta Selatan, Minggu (21/12/2014).

Syahrul mengatakan, dalam UU P3H, yakni pada pasal 54 ayat (1), disebutkan bahwa "Dalam rangka pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, presiden membentuk lembaga yang menangani pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan."

Menurut Syahrul, sebagaimana bunyi pasal tersebut, ada sebuah lembaga yang memiliki tugas melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana perusakan hutan. Hal inilah yang bisa dijadikan dalih pelaku korupsi agar pidananya tidak ditangani KPK. "Tugas dari lembaga baru ini sangat mungkin menutup langkah KPK dalam upaya pemberantasan korupsi di wilayah kehutanan karena alasan bahwa isu kehutanan lebih khusus daripada isu korupsi," kata Syahrul.

Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Emerson Yuntho, dalam kesempatan yang sama mengatakan, undang-undang tersebut telah dimanfaatkan oleh beberapa tersangka pelaku korupsi di sektor kehutanan, untuk lepas dari jeratan KPK. Salah satunya oleh Gubernur nonaktif Riau, Annas Maamun. "Misalnya kasus Anas, dikatakan KPK tidak berwenan karena yang berwenang katanya UU P3H. Kalau itu didorong, sama halnya medelegitimasi upaya-upaya KPK dalam memproses kasus-kasus korupsi di sektor kehutanan," kata Emerson. (http://nasional.kompas.com)

Minggu, 21 Desember 2014

Sejarah dari Penjara ke Lapas “Napi Juga Manusia”

Apa yang terlintas di benak kita ketika mendengar kata penjara? Sebuah tempat yang sangat menakutkan bagi nara pidana (napi) karena harus dikungkung dalam jeruji besi sehingga tentu saja tak bisa kemana-mana, seperti yang sering kita saksikan dalam film-film. Sebagaimana nama yang disandang, penjara, konon, berasal dari kata penjera, yang itu berarti tempat untuk membuat orang jera.
Sampai ada sebuah film berjudul The Shawshank Redemption yang menceritakan sekawanan napi yang menyaksikan bus mengeluarkan napi-napi baru, dan mereka bertaruh siapa di antara orang-orang baru itu yang menangis pada malam pertama di penjara. Film adaptasi dari novela yang berjudul Rita Hayworth and the shawshank Redemption karya Stephen King yang terkenal dengan novel-novel horor itu menunjukkan betapa kehidupan di penjara memang amat sangat menakutkan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, penjara adalah “bangunan tempat mengurung orang hukuman; bui, lembaga pemasyarakatan (lapas).” Istilah yang terakhir, yaitu lapas, kurang akrab di telinga, tapi kedengarannya tidak seseram dengan penjara. Lapas adalah bangunan tempat mengurung orang yang sudah divonis, sedangkan orang yang belum divonis ditempatkan di rumah tahanan (rutan).
Lapas atau rutan kedudukannya kini dalam kondisi yang paradoks, dimana pada satu sisi harus memperhatikan hak-hak penghuni (baca: napi) dan di sisi lain petugas harus dapat melaksanakan ketertiban dan penegakan hukum. Apalagi sekarang seiring era reformasi bergulir di negeri ini wacana hak asasi manusia begitu gencarnya ditegakkan, baik itu dari lembaga swadaya masyarakat (lsm), praktisi hukum, bahkan sampai pada masyarakat umum dengan penerapan program bernama keluarga sadar hukum (kadarkum).
Napi adalah orang yang melakukan kejahatan sehingga mengharuskan dirinya di kurung dalam penjara. Betapapun, napi adalah manusia, dan sangat wajar kalau mereka tetap ingin diperlakukan sebagai manusia. Sebagaimana pernah ditegaskan DR. Sahardjo SH., tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia, meskipun ia telah tersesat, tidak boleh ditunjukkan pada narapidana bahwa ia itu penjahat. Sebaliknya, ia harus selalu merasa bahwa ia dipandang dan diperlakukan sebagai manusia. Pandangan yang tak jauh berselisih dengan “Rocker juga manusia” yang dipopulerkan oleh grup musik Seurius.
Pandangan ini yang menjadi dasar dari Lambang Pemasyarakatan bagi lembaga pemesyarakatan, yaitu griya winaya jamna miwarga laksa dharmmesti, yang artinya rumah untuk pendidikan manusia yang salah jalan agar patuh kepada hukum dan berbuat baik. Lambang Pemasyarakatan ini ditetapkan dalam Keputusan Menkeh RI No. M.09.KP.10.10 Tahun 1997.
Namun demikian sejarah dari penjara ke lembaga pemasyarakatan tak serta-merta ada begitu saja, tapi ternyata telah melalui proses panjang yang cukup berliku-liku dimulai sejak bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang itu tentu dalam upaya perbaikan terhadap pelanggar hukum baik yang berada dalam penahanan sementara maupun yang sedang menjalani pidana. Upaya tersebut tidak hanya terjadi pada bangsa kita, tapi juga pada bangsa-bangsa lain sejalan dengan pergerakan kemerdekaannya terutama setelah perang dunia kedua.
Tahun-tahun penting yang menjadi tonggak sejarah dunia dalam upaya perbaikan tersebut, yaitu pertama, tahun 1933 ketika The International Penal dan Penitentary Commision (IPPC), sebuah komisi Internasional mengenai pidana dan pelaksanaan pidana itu pada tahap merencanakan. Kemudian, kedua, tahun 1934 dimana IPPC mulai mengajukan untuk disetujui oleh The Asembly of The Leaque of Nation, yaitu rapat umum organisasi bangsa-bangsa. Ketiga, tahun 1955, naskah IPPC yang diperbaiki oleh sekretariat PBB disetujui oleh Kongres PBB, yang dijadikan Standart Minimum Rules (SMR) dalam pembinaan napi. Keempat, tahun 1957, tepatnya tanggal 31 Juli 1957, Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (Resolusi No. 663C XXIV) menyetujui dan menganjurkan pada pemerintahan dari setiap negara untuk menerima dan menerapkannya.
Adapun upaya perbaikan di Indonesia diawali tahun 1963, tepatnya 5 Juli 1963, di Istana Negara RI ketika Sahardjo, SH, Menteri Kehakiman mendapat anugerah gelar Doktor Honoris Causa bidang hukum dengan pidatonya “Pohon Beringin Pengayoman”; yang antara lain dinyatakan bahwa tujuan dari pidana penjara adalah “Pemasyarakatan” dan juga mengemukakan konsep tentang hukum nasional, yang digambarkan sebuah “Pohon Beringin” untuk melambangkan “Tugas hukum ialah memberi pengayoman agar cita-cita luhur bangsa tercapai dan terpelihara. DR, Sahardjo, SH adalah seorang tokoh yang menancapkan tiang pancang perubahan dalam bidang pemasyarakatan.
Gagasan tentang pemasyarakatan mencapai puncaknya pada 27 April 1964 dalam Konferensi Nasional Kepenjaraan di Grand Hotel Lembang, Bandung. Konferensi yang diikuti oleh direktur penjara seluruh Indonesia ini didahului oleh Amanat Presiden Republik Indonesia, yang dibacakan oleh Astrawinata, SH yang menggantikan kedudukan Almarhum DR. Sahardjo, SH. sebagai Menteri Kehakiman. Nah, istilah kepenjaraan mulai saat itu diganti dengan Pemasyarakatan, dan tanggal 27 April akhirnya ditetapkan sebagai Hari Pemasyarakatan. (http://sejarah.kompasiana.com)

Sabtu, 20 Desember 2014

Economic Crime In The Chemical Sector: Where Is It Coming From?

By Robert McCutcheon, Partner, US Industrial Products Sector Leader

The chemical sector has one of the lowest rates of economic crime, according to our 2014 Global Economic Crime Survey. And yet, 27 percent of respondents say their company has experienced some form of fraud, up from 22 percent in 2011. These numbers are not likely to decrease in the future. Cybercrime is the second most common type of economic crime for chemical companies after asset misappropriation, and 44 percent of respondents believe their cybercrime risks have increased over the past two years. Chemical execs are right to be concerned. Chemical and pharmaceutical firms are more than three times more likely to encounter web malware than other companies, according to Cisco’s April 2014 Threat Metrics.
Another problem chemical companies are facing is the threat of corruption in fast-growing markets. In fact, more than half of respondents are operating in markets with high levels of corruption risk. Many say they are looking more closely at this risk when evaluating growth opportunities.
A secondary issue for chemical companies operating abroad is the threat of penalties for cartel participation. While there have been few incidents to date, 41 percent of chemical executives say this is a worrisome development.
The chemicals sector isn’t reporting many incidents of intellectual property (IP) infringement yet, but 19 percent believe they may face this type of crime soon. This finding was echoed in our 17th Annual Global CEO Survey, in which 53 percent of chemical CEOs said they were concerned that an inability to protect IP could threaten growth.
Chemical respondents say serious economic crimes are perpetrated by outsiders. But the sector conducts fewer fraud risk assessments and detects fewer crimes than other sectors. So, are chemical companies not seeing internal frauds because of inadequate detection practices? Given the stakes, it may be worth taking a closer look. (http://www.chem.info)

Jumat, 19 Desember 2014

Menunggu Konsistensi di Jalur Anti Korupsi


KOMPAS -
Oleh: M Fajar Marta
Indeks persepsi korupsi Indonesia tahun 2014 berada di posisi 107 dari 174 negara dengan skor 34 dalam skala 0-100. Meskipun membaik dibandingkan skor tahun 2013 yang hanya 32, skor Indonesia itu masih di bawah rata-rata skor dunia yang besarnya 43, dan bahkan berada di bawah skor rata-rata negara ASEAN yang ada di angka 39.
Sementara itu, hasil survei Global Corruption Barometer (GCB) yang dikeluarkan Transparency International Indonesia menunjukkan, 4 dari 10 masyarakat Indonesia membayar suap untuk mendapatkan pelayanan publik. Selain itu, 36 persen masyarakat juga membayar suap untuk mengakses delapan jenis layanan publik dasar, seperti pendidikan, kesehatan, listrik dan air, pajak, tanah, kepolisian, dan hukum.
Survei itu juga menunjukkan, kepolisian, parlemen, pengadilan, dan partai politik sebagai lembaga paling korup di Indonesia.
Laporan indeks persepsi korupsi dan GCB menunjukkan, secara kualitatif tingkat korupsi di Indonesia masih tinggi. Lalu muncul pertanyaan, jika dihitung secara kuantitatif, sebenarnya berapa besar korupsi di Indonesia.
Kuantitatif
Tentu amat sulit menghitung secara pasti jumlah uang yang dikorupsi di Indonesia karena korupsi adalah praktik yang tersembunyi. Namun, sebagai gambaran, besarnya nilai korupsi bisa didekati dengan sejumlah indikator.
Salah satu cara untuk memperkirakan besar uang yang dikorupsi di Indonesia adalah dengan meraba besar kebocoran anggaran untuk proyek-proyek pembangunan. Dugaan besar kebocoran anggaran ini dapat dihitung dengan Incremental Capital Output Ratio (ICOR).
ICOR adalah angka yang menunjukkan besarnya penambahan investasi untuk menghasilkan tambahan output. Rasio ini digunakan untuk menghitung seberapa efisien pembangunan ekonomi di suatu negara. Jika angka ICOR tinggi, pembangunan tidak efisien, yang salah satunya disebabkan adanya kebocoran anggaran.
Negara yang satu level dengan Indonesia rata-rata memiliki angka ICOR 4, yang berarti dibutuhkan 4 unit modal untuk menghasilkan 1 unit output.
Namun, Indonesia memiliki angka ICOR sebesar 5,3. Selisih angka 5,3 dan 4 menunjukkan adanya kebocoran anggaran pembangunan kurang lebih 30 persen. Artinya, dari alokasi anggaran untuk proyek-proyek pembangunan yang tercatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sebenarnya hanya 70 persen yang dipakai. Adapun yang 30 persen lainnya hilang atau bocor.
Pada tahun 2013, nilai belanja barang dan modal pemerintah pusat mencapai Rp 385 triliun. Jika diasumsikan kebocoran 30 persen, anggaran yang hilang mencapai Rp 115 triliun.
Sementara itu, dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap keuangan negara tahun 2013 ditemukan berbagai penyimpangan yang berpotensi merugikan keuangan negara sebesar Rp 30,87 triliun.
Nilai korupsi yang sesungguhnya bisa lebih besar dari Rp 30,87 triliun karena nilai itu hanya berasal dari hitungan BPK terhadap potensi kebocoran anggaran pemerintah pusat. Padahal, korupsi juga bisa berasal dari hilangnya potensi penerimaan pajak, hilangnya sumber daya alam, pembangunan proyek, dan suap-menyuap.
Sementara itu, setelah menganalisis laporan transaksi keuangan mencurigakan (LKTM) pada tahun 2013, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan ada uang Rp 15 triliun-Rp 20 triliun yang terindikasi hasil korupsi. Pada tahun 2013, PPATK menerima 41.940 LKTM, naik dibandingkan tahun 2012 yang berjumlah 31.021 laporan.
Transaksi keuangan dikategorikan mencurigakan jika nilainya tidak sesuai dengan profil pekerjaan pemilik rekening atau frekuensi transaksinya di luar kebiasaan yang wajar.
Kepala PPATK Muhammad Yusuf mengatakan, laporan hasil analisis (LHA) lembaganya terhadap transaksi keuangan yang mencurigakan itu telah disampaikan ke institusi penegak hukum untuk diselidiki.
PPATK, kata Yusuf, juga menyampaikan LHA tersebut ke Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Langkah itu diambil dengan tujuan jika tidak ditemukan kasus pidana di dalamnya, setidaknya uang gelap tersebut dapat ditarik pajaknya.
"Dari LHA yang kami kirim, Ditjen Pajak akhirnya bisa mendapatkan tambahan pajak sebesar Rp 2,6 triliun," kata Yusuf.
Tetap tinggi
Sejumlah usaha telah dilakukan untuk memberantas korupsi di Indonesia. Sejumlah upaya pencegahan juga telah dilakukan, seperti menyosialisasikan gerakan anti korupsi. Pengadilan tindak pidana korupsi juga terus menjatuhkan hukuman kepada para terdakwa korupsi yang terbukti melakukan korupsi.
Berdasarkan data yang dihimpun Indonesia Corruption Watch (ICW), kasus korupsi yang diproses hukum meningkat dari 402 kasus pada tahun 2012 menjadi 560 kasus pada tahun 2013. Penyidikan kasus korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga meningkat dari 48 kasus pada tahun 2012 menjadi 70 kasus pada tahun 2013.
Sementara itu, jumlah gratifikasi, denda, dan uang sitaan hasil korupsi yang kembali ke negara pada tahun 2013 sebesar Rp 557,4 miliar. Jumlah itu tentu tidak sebanding dengan uang yang dikorupsi yang diduga mencapai ratusan triliun rupiah.
Data KPK juga menunjukkan, korupsi banyak dilakukan oleh pejabat eselon I, II, dan III; swasta; serta anggota DPR/DPRD.
Koordinator ICW Ade Irawan mengatakan, episentrum korupsi di Indonesia adalah korupsi politik yang dilakukan oligarki kekuasaan.
Untuk mendapatkan kekuasaan baik di pusat maupun daerah, politisi dan partai politik melakukan segala cara termasuk korupsi. Setelah berkuasa, mereka memperkaya diri dengan menyalahgunakan wewenang, serta menerima gratifikasi dan suap.
Anggota Badan Pekerja ICW, Emerson Yuntho, menambahkan, maraknya korupsi juga dipicu oleh vonis pengadilan yang belum memberikan efek jera. Sekitar 74 persen putusan korupsi tergolong sebagai putusan ringan dengan masa hukuman penjara 1-4 tahun.
Di samping itu, dari ratusan kasus korupsi, hanya puluhan yang dikenakan pasal pencucian uang. Hingga kini tercatat hanya 31 koruptor yang dikenakan pidana pencucian uang.
Padahal, pemidanaan menggunakan pasal-pasal di UU Tindak Pidana Pencucian Uang bisa menimbulkan efek jera karena harta kekayaan koruptor yang diduga berasal dari korupsi bisa dirampas. Dengan demikian, koruptor tak hanya dihukum penjara, tetapi juga dimiskinkan. Selain itu, pihak-pihak yang menerima uang hasil korupsi juga bisa dipidana.
Di tengah berbagai tantangan yang terus muncul, sebenarnya tidak ada yang sia-sia dalam pemberantasan korupsi di Indonesia selama ini. Kenaikan skor indeks persepsi korupsi dari 32 menjadi 34 pada tahun 2014 menunjukkan pemberantasan korupsi di Indonesia mulai menunjukkan hasil meski masih jauh dari target yang ditetapkan.
Guna makin mengefektifkan pemberantasan korupsi di Indonesia, kini yang paling dibutuhkan adalah tetap konsisten di jalur anti korupsi meski jalan yang dilalui tidak mudah.
Masalahnya, konsistensi menjadi hal yang sering kali tidak mudah dilakukan di Indonesia. Namun, semoga itu tak terjadi dalam pemberantasan korupsi. (http://nasional.kompas.com)

Kamis, 18 Desember 2014

Begini Cara India Tekan Kasus Perkosaan

Salah satunya menyediakan taksi khusus, yang dikemudikan kaum hawa.

Ilustrasi jok taksi
 
Dugaan pemerkosaan yang dialami seorang wanita oleh sopir taksi Uber yang ditumpanginya, membuat sistem transportasi di India kembali menjadi sorotan. Pemerintah negara tersebut berusaha mencari jalan untuk mengurangi kasus pelecehan seksual. Dan salah satu solusinya adalah menyediakan taksi yang dikemudikan oleh sopir wanita.

Tahun lalu, wilayah bagian Kerala meluncurkan 'She Taxis'. Sebanyak 40 armada taksi berwarna merah muda yang dikemudikan wanita. Taksi ini juga dilengkapi dengan perangkat pelacak wireless dan panick buttons, atau tombol situasi darurat yang terhubung dengan call center.

"Insiden di Delhi menunjukkan perlunya 'She Taxis' di seluruh India," ujar Kepala Eksekutif, PTM Sunish kepada Reuters.

Ia juga mengatakan bahwa 'She Taxis' telah mengangkut 24.000 penumpang dalam sekitar 10.000 perjalanan sejak November 2013. Permintaan pelanggan juga meningkat jauh melebihi jumlah armada taksi.

"Saya merasa aman dan keluarga pun tenang. Kalau tidak, saya terus ditelepon oleh orangtua saya," kata Aswathy Sreekumar, seorang karyawan wanita berusia 25 tahu yang mengaku telah menggunakan layanan taksi tersebut selama tujuh bulan untuk pulang kantor di malam hari.

Meningkatnya kejahatan seksual telah mendorong daerah-daerah di India dan perusahaan kecil untuk meluncurkan layanan taksi yang dikemudikan oleh wanita. Hal tersebut dimulai setelah pada Desember 2012 muncul protes atas pemerkosaan seorang wanita muda di bus kota.

Sebagai informasi, transportasi umum India adalah keempat yang paling berbahaya di dunia bagi wanita. Sementara itu keamanan India di malam hari menempati urutan kedua terburuk, menurut sebuah jajak pendapat yang belum lama ini dilakukan.

Banyak wanita yang mengalami pelecehan seksual dan transportasi umum dinilai sangat berisiko.

"Insiden taksi Uber meyakinkan orang bahwa Anda akan aman ketika menumpang taksi yang dikemudikan oleh supir wanita," ujar seorang aktivis sosial, Susieben Shah yang memulai Priyadarshini Taxi Service pada tahun 2010 di Mumbai. Saat ini ia berencana memperluas usahanya ke New Delhi dan Bengaluru.

Perusahaan taksi lainnya, Sakha Cabs, dengan 14 armada taksi di ibukota, berencana untuk memperluas layanannya di dekat Jaipur barat dan di Kolkata timur.

Namun, ekspansi dinilai berbagai pihak berjalan lambat. Banyak yang menduga supir taksi wanita akan sulit dicari di masa yang akan datang. Hal tersebut dikarenakan oleh struktur sosial masyarakat India yang didominasi pria. (http://dunia.news.viva.co.id)

Rabu, 17 Desember 2014

Merunut Pembalakan Liar di Longsor Banjarnegara

 Merunut Pembalakan Liar di Longsor Banjarnegara  


Presiden Joko Widodo, tiba di lokasi terjadinya longsor di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, 14 Desember 2014. SESKAB/Andi Widjajanto

Bencana tanah longsor terjadi di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Jumat sore, 12 Desember 2014. Seorang warga, Agus, mengatakan material longsoran yang menimpa puluhan rumah berasal dari bukit Telaga Lele.

"Suaranya sangat keras seperti air terjun dan ledakan," ujar Agus, seperti dikutip dari Antara, Sabtu, 13 Desember 2014. Agus mengatakan jarak antara dusun dan bukit Telaga Lele sekitar 300-400 meter.

Dari foto Telaga Lele yang beredar, bukit itu masih hijau dan tidak gundul. Namun rimbunnya Telaga Lele bukan jaminan daerah tersebut bebas dari pembalakkan hutan. Areal hutan Kabupaten Banjarnegara seluas 6,622 hektare masuk dalam pengawasan Kawasan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Selatan.

Hutan di Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, kebanyakan ditanami pohon pinus. Pada 18 Oktober 2006, terjadi penebangan liar dan penjarahan besar di Kecamatan Karangkobar. Waktu itu tercatat 376 batang pohon pinus hilang dalam perambahan lahan seluas 6,75 hektare. Padahal luas awal lahan yang sudah ditanami pinus sejak tahun 1977 adalah 40,8 hektare.

Kalaupun area bekas pembalakan liar sudah ditanami pinus kembali, delapan tahun berselang atau pada 2014, pohon pinus belum cukup besar dan kuat menahan air. Menurut data Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Banjarnegara, kayu yang dicuri pada tahun 2006 mencapai 896 pohon dengan kerugian Rp 123,956 juta.

Kepala BPBD Banjarnegara Catur Subandrio mengatakan peristiwa tanah longsor meningkat sejak 2006, seiring dengan maraknya illegal logging. Tercatat pada 2007 terdapat sebanyak 57 kasus longsor. Pada 2008 menjadi 76, tahun berikutnya 126, dan pada 2010 mencapai 200 kasus longsor.

"Sedikitnya ada 25 lokasi longsor selama musim hujan November–Desembar 2014," kata Catur kepada Tempo, Rabu, 11 Desember 2014. Lokasi longsor itu tersebar di delapan desa, enam kecamatan dari 19 kecamatan di Banjarnegara.(www.tempo.co)

Selasa, 16 Desember 2014

13 Jaksa Nakal Dihukum



Kepala Kejati Sultra, H. Andi Abdul Karim. Getty Images
Kepala Kejati Sultra, H. Andi Abdul Karim. Getty Images



 Independensi jaksa dalam menegakan hukum memang patut dipertanyakan. Buktinya, selama tahun 2014, sebanyak 25 laporan masyarakat  masuk di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra tentang perilaku  jaksa yang dianggap  menyimpang.
Atas laporan tersebut, maka Kejati melakukan penyelidikan dan 12 laporan tidak terbukti kebenaranya. Sedangkan 13 kasus terbukti bahwa jaksa dan staf tata usaha telah melanggar aturan disiplin pegawai. Karena itu, Kejati merekomendasikan agar 13 orang tersebut diberikan sanksi sesauai aturan yang berlaku.
  
Kepala Kejati Sultra, H. Andi Abdul Karim membenarkan.  Kata dia kepada Kendari Pos (Grup JPNN.com), selama tahun ini pengaduan masyarakat tentang jaksa nakal sebanyak 25 kasus. Namun setelah dilakukan penyelidikan 12 laporan tidak terbukti. Yang dikenakan sanksi disiplin pegawai sesauai dengan Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2010  hanya 13 jaksa.
  
Dari jumlah itu, kata dia tercatat diantaranya  enam  jaksa dan tujuh tata usaha. Sayangnya, Kajati tidak menyebutkan satu persatu nama mereka yang telah melanggar aturan.
Ia hanya menjelaskan bahwa diantara mereka terdapat jaksa yang telah berpangkat eselon empat atau setingkat kepala seksi sebanyak dua orang. Sedangkan sisanya jaksa fungsional dan tata usaha yang melaksanakan tugasnya tidak dengan profesional atau memanfaatkan jabatanya selaku jaksa dan tata usaha.
  
Menurut  Opu- sapaan akrab H. Andi Abdul Karim, sanksinya bervariasi yang  disesuaikan dengan tingkat kesalahanya. Jika dianggap sedang, maka hukuman penurunan pangkat. Adapula hukuman penundaan gaji berkala. (www.jpnn.com))

Senin, 15 Desember 2014

Ahok Ngotot Wujudkan Sistem "Cash Less Society"

KOMPAS.com/Andri Donnal Putra Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyalami ibu-ibu peserta acara Hari Osteoporosis di Monas, Minggu (7/12/2014).

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama bertekad mewujudkan sistem cash less society atau pengurangan transaksi uang tunai di Jakarta dan menggantinya dengan transaksi melalui kartu elektronik. Salah satunya adalah transaksi pembayaran retribusi dan sewa kios para pedagang di pasar ke PD Pasar Jaya melalui rekening bank. 
 
"Saya ngotot ingin mewujudkan cash less society karena di Jakarta PKL itu secara kasar ada 500-600.000 yang ada. Mereka akan ditaruh di rusun dan pasar kami, bagaimana mengontrolnya? Ya, dengan bantuan bank seperti ini," kata Basuki dalam acara penandatanganan kerjasama antara PD Pasar Jaya dengan tujuh bank, di Balaikota, Senin (8/12/2014). 
 
Tujuh bank yang bekerjasama dengan PD Pasar Jaya adalah Bank DKI, Bank BRI, Bank Mandiri, BNI, BTN, Bank OCBC, dan BCA. Dengan ditandanganinya perjanjian tersebut, maka para pedagang pemilik kios di pasar yang dikelola PD Pasar Jaya tidak perlu lagi membayar uang sewa kios dan biaya pengelolaan pasar (BPP-retribusi) dengan transaksi tunai. Melainkan dengan pembayaran sewa kios melalui sistem auto debet rekening bank-bank yang telah bekerjasama dengan PD Pasar Jaya.

Sistem ini akan mulai terlaksana di 153 pasar pada Januari 2015 mendatang. Penerapan sistem ini, kata Basuki, untuk menghindari adanya permainan oknum tidak bertanggung jawab.

"Nanti pedagang juga akan tahu berapa pemasukannya, sehingga bisa kami lakukan bantuan kredit. Ini untuk menghindari oknum di pasar dan rusun kalau melakukan penipuan. Di Jakarta ini yang paling mahal itu memang lokasi dagang," kata Basuki. 
 
Selain itu, lanjut dia, para pedagang akan mendapat kartu identitas yang terintegrasi dengan ATM. Sehingga tidak dapat dipalsukan maupun dimanipulasi. Sebab, nantinya jika pedagang maupun oknum berani memalsukan kartu ATM, dapat dipidana kejahatan perbankan.

"Kami bisa penjarakan anda, Bank DKI akan penjarakan anda. Bukan pidana memalsukan rusun atau pasar, tapi memalsukan kartu ATM dengan maksimum hukuman 12 tahun penjara," tegas dia.

Sebelumnya transaksi non tunai ini juga telah diterapkan untuk penggunaan transjakarta seluruh koridor, pembayaran retribusi rumah susun sederhana sewa (rusunawa), dan pembayaran retribusi pedagang kaki lima (PKL). (http://megapolitan.kompas.com)

Minggu, 14 Desember 2014

Titik Rawan Penipuan dengan Hipnotis di Jakarta

Titik Rawan Penipuan dengan Hipnotis di Jakarta  
Komplotan penipu bermodus hipnotis ditangkap. Para pelaku diketahui sudah melakukan tiga kali penipuan di sejumlah tempat berbeda. Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat mengatakan para penipu ini biasanya beraksi di keramaian.

"Mereka mencari lokasi yang ramai," kata Wahyu di Markas Polres Jakarta Selatan, Jumat, 12 Desember 2014. Di tempat ramai itu, kata Wahyu, penipu akan menentukan satu korban yang akan dikuras harta bendanya. Korbannya sebagian besar berusia lebih dari 50 tahun.

Penipuan pertama terjadi di Chase Plaza, Jalan Sudirman. Di tempat itu, empat pelaku, yaitu EV alias Acen, 31 tahun; AR atau Siauli (33); LY atau Lily (45); dan OS atau Koko (50), menipu korban berinisial OKT, 70 tahun. Penipuan tersebut dilakukan pada Rabu, 3 Desember 2014. "Dari tangan korban didapat perhiasan dan uang senilai Rp 220 juta," ujarnya. (www.tempo.co)

Sabtu, 13 Desember 2014

Inilah Framework Penanganan Cyber Crime Standar Karya UII dan Polda DIY

ilustrasi
Direktur Program Pascasarjana Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (UII) Teduh Rahayu menjabarkan hasil penelitian berupa Integrated Digital Forensik Investigation Framework (IDFIF) untuk mendukung penyelidikan lembaga hukum terhadap kasus kejahatan dunia maya (cyber crime).
Selama ini, menurut dia, penanganan kasus kejahatan dunia maya di lingkungan kepolisian memiliki panduan dalam bentuk Standar Operational
Procedure (SOP) yang mengacu pada Accociation of Chief Police Officers (ACPO). SOP tersebut saat ini digunakan oleh jajaran Kepolisan
Negara Republik Indonesia baik di Mabes Polri maupun di sejumlah Polda yang telah mempunyai tim cyber crime. Terdapat juga instansi lain
yang membutuhkan IDFIF seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Narkotika nasional (BNN). Dengan tanggung jawab yang
diemban, sudah selayaknya instansi-instansi tersebut juga dengan menerapkan framework standar ACPO dalam melaksanakan investigasi
kejahatan dunia maya.
Perbedaan aturan dalam setiap instansi, kata dia, melahirkan tantangan besar dalam penanganan cyber crime. Sebab, antar instansi
menggunakan pola investigasi. Belum diterapkannya pola standar yang dipakai secara nasional di jajaran penegak hukum di Indonesia dalam
proses investigasi forensika digital memungkinkan terjadinya perbedaan metodologi dan berakibat pada kontraproduktif terhadap hasil
keluarannya.
“Contoh saja, setelah sidang kasus siber, pengacara pihak tersangka yang merasa kurang puas atas pembuktian pada saat sidang dapat
meminta bantuan saksi ahli untuk menginvestigasi ulang kasusnya dalam rangka membela kliennya,” papar Teduh menjelaskan mengenai
konsep penanganan cyber crime, Kamis (11/12/2014).
Sementara anggota Polda DIY Ajun Komisaris Polisi Suharno pun menilai penggunaan framework yang mengacu pada ACPO belum
sepenuhnya efisien. Terlalu banyak langkah yang harus dilakukan.
“Karena itu, saat menyusun tesis, saya mencoba meneliti framework yang sekiranya bisa lebih menyederhanakan langkah dalam penyelidikan
kejahatan dunia maya,” papar alumnus program Magister Teknik Informatika UII itu.
Suharno lantas meneliti sekaligus mengembangkan framework investigasi IDFIF kreasi Rahayu itu menjadi lebih sederhana, efektif-efisien, dan
reliabel.
“Saya mengambil dua dari 12 SOP yang telah digunakan oleh jajaran penyidik penegak hukum untuk kasus besar maupun kecil, yakni SOP 8
tentang akuisisi harddisk, flashdisk dan memory card, serta SOP 9 tentang analisis hardisk, flashdisk dan memory card,” papar Suharno
kemudian.
Dari penelitian yang dilakukan, Suharno menyimpulkan, framework IDFIF dapat mengakomodasi proses investigasi karena tingkat efisiensi
efektifitas maupun reliabilitasnya bersifat komprehensif dan terintegrasi.
“Framework IDFIF dapat direkomendasikan menjadi framework standar di jajaran penegak hukum di Indonesia untuk menghindari perselisihan di pengadilan karena penerapan metode investigasi forensika digital yang berbeda,” tandasnya. (www.solopos.com)

Jumat, 12 Desember 2014

Penyuapan Merajalela di Negara Maju

 
PEOPLE'S DAILY: Dalam laporan media Barat, negara-negara berkembang kerap dilukiskan sebagai tempat yang rawan korupsi, sedangkan negara-negara maju diibaratkan lahan bebas korupsi. Kenyatannya, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang bermarkas di Paris menunjukkan, penyuapan lintas wilayah seringkali terjadi di negara-negara ekonomi maju. Pihak yang melakukan penyogokan kebanyakan berasal dari perusahaan milik negara atau yang dikuasai negara, dengan sasaran penyuapan para pejabat pemerintah yang mengambil kebijakan mengenai perbelanjaan negara. Informasi tersebut dimuat dalam Laporan Penyuapan Lintas Negara OECD Selasa lalu (2/12). Argumentasi itu memungkinkan masyarakat Barat melakukan evaluasi kembali terhadap korupsi yang semakin serius di negaranya masing-masing.
Laporan OECD tersebut menganalisa sebanyak 427 kasus korupsi lintas negara. Menurut laporan, proyek layanan publik yang dikerjakan pemerintah merupakan bidang utama yang banyak terjadi tindak suap. Sebanyak 57 persen penyuapan terjadi untuk memperoleh proyek pemerintah. Korupsi serupa lebih sering terjadi di negara-negara maju daripada di negara-negara berkembang. Mayoritas pelaku dan penerima suap tersebut berasal dari negara-negara maju. Kasus-kasus yang diungkapkan dalam laporan tersebut hanya merupakan sebagian kecil dari fenomena yang terjadi. (http://indonesian.cri.cn)

Kamis, 11 Desember 2014

Inilah Prediksi Kejahatan Cyber di Tahun 2015

secure-online-shopping

Berdasarkan prediksi Kaspersky Lab, di tahun 2015 nanti, para penjahat cyber akan makin percaya diri. Sebelumnya mereka cenderung menyerang pengguna layanan perbankan. Ini karena mereka melihat pengguna sebagai link terlemah dalam rantai keamanan. Karena itu, di tahun depan, para ahli Kaspersky Lab mengantisipasi adanya serangan cyber yang sangat berbahaya terhadap perbankan itu sendiri. Para penjahat cyber juga tidak akan berhenti sampai di situ saja. Mereka juga akan mencoba mengembangkan malware baru yang dapat mengambil uang tunai langsung dari ATM. Selain kejahatan cyber terhadap keuangan, Kaspersky Lab juga menyatakan bahwa di tahun 2015, kemungkinan akan banyak bermunculan masalah mengenai privasi, kekhawatiran keamanan terhadap perangkat Apple, dan kekhawatiran baru tentang perangkat yang terhubung.
Di tahun 2015, menurut para ahli dari Kaspersky Lab, akan ada beberapa tindak kejahatan cyber yang kemungkinan akan terjadi, yakni: serangan terhadap sistem pembayaran virtual (yang bahkan dapat meluas hingga ke sistem terbaru Apple Pay), serangan terhadap ATM, insiden malware (bank akan diretas menggunakan metode yang berasal dari buku pedoman serangan cyber), lebih banyak kejadian kebocoran di internet, serta serangan In-the-wild terhadap jaringan printer dan perangkat lain yang terhubung ke internet. Selain itu, juga terdapat perangkat lunak berbahaya yang dirancang untuk OSX, yang disebarkan melalui torrent dan perangkat lunak bajakan.
Kaspersky Lab juga menyatakan bahwa akan ada pergeseran saat pelaku kejahatan cyber yang lebih besar memisahkan diri menjadi unit yang lebih kecil, yang beroperasi secara independen. Hal ini pada gilirannya akan menghasilkan serangan dasar yang lebih luas serta lebih beragam yang berasal dari banyak sumber.
Selain itu, dalam penyelidikan baru-baru ini, para ahli Kaspersky Lab menemukan serangan di mana komputer akuntan diretas dan dipergunakan untuk melakukan transfer besar dari lembaga keuangan. Serangan ini mewakili munculnya sebuah tren baru, yaitu target serangan langsung terhadap perbankan. Setelah penyerang masuk ke jaringan bank, mereka menyedot informasi yang cukup untuk memungkinkan mereka untuk mencuri uang langsung dari bank dengan beberapa cara, misalnya dari jarak jauh memerintahkan ATM untuk mengeluarkan uang tunai, melakukan transfer dari berbagai rekening pelanggan, serta memanipulasi sistem perbankan online untuk melakukan transfer secara diam-diam.
Ada juga serangan terhadap mesin uang (ATM) yang tampaknya makin menjamur di tahun ini. Karena sebagian besar sistem ATM dijalankan dengan Windows XP dan tingkat keamanan terhadap fisik ATM juga lemah, secara default sistem ATM ini memang sangat rentan diserang. “Pada 2015, kami menduga akan melihat adanya evolusi lebih lanjut dari serangan terhadap ATM tersebut dengan menggunakan teknik jahat kepada yang ditargetkan untuk mendapatkan akses ke ‘otak’ mesin uang ini. Pada tahap berikutnya akan terlihat penyerang yang meretas jaringan bank dan menggunakan akses tersebut untuk memanipulasi mesin ATM secara real time“, komentar Alexander Gostev (Chief Security Expert di Global Research and Analysis Team, Kaspersky Lab).
Kaspersky Lab Global Research and Analysis Team juga menduga para penjahat akan beraksi di setiap kesempatan untuk mengeksploitasi sistem pembayaran. Ketakutan ini juga meluas hingga ke Apple Pay, yang menggunakan NFC (Near Field Communications) untuk menangani transaksi secara nirkabel. “Antusiasme atas penggunaan Apple Pay terbaru akan melonjak dan yang pasti akan menarik banyak penjahat cyber yang ingin memetik hasil transaksi tersebut. Desain Apple memang memiliki dan meningkatkan fokus pada keamanan (seperti data transaksi virtual), tapi kami akan sangat penasaran untuk melihat bagaimana hacker akan memanfaatkan feature pelaksanaan ini”, tambah Gostev. (http://www.infokomputer.com)

Rabu, 10 Desember 2014

Tersangkut Kasus Perkosaan, Taksi Uber Diblokir di India

 Pemerintah India memblokir layanan pemesanan kendaraan, Uber. Langkah ini dilakukan setelah seorang sopir taksi Uber ditahan atas tuduhan memperkosa seorang penumpang perempuan.

Dilansir The Verge, Selasa (9/12/2014), Departemen Transportasi New Delhi dalam penyataannya kemarin (8/12) mengatakan bahwa Uber berada dalam daftar hitam penyedia layanan transportasi di Ibu Kota India. Selain itu, pihak kepolisian setempat menyatakan akan bertindak tegas atas semua pelanggaran Uber.

"Semua pelanggaran Uber akan dievaluasi dan kami akan mengambil jalur hukum," kata Deputi Komisioner Kepolisian New Delhi, Madhur Verma, kepada Reuters.
Pengemudi bernama Shiv Kumar Yadav diketahui tertangkap pada Minggu (7/12/2014) lalu, setelah diduga memperkosa seorang penumpang perempuan berusia 25 tahun. Dia saat itu dalam perjalanan menuju rumah setelah makan malam pada Jumat malam.

Menurut laporan Reuters, Yadav (32) ternyata juga pernah dituduh memerkosa pada 2011. Namun saat itu, kasus dihentikan karena korbannya yang juga seorang penumpang taksi, setuju untuk berdamai.

Kepolisian New Delhi mempertanyakan pihak Uber mengenai cara mereka merekrut dan bagaimana perusahaan memeriksa latar belakang para pengemudi. Dalam sebuah pernyataan sebelum pemblokiran, Chief Executive Officer (CEO) Uber, Travis Kalanick, mengatakan bahwa Pemerintah New Delhi sendiri belum mengimplementasikan kebijakan pemeriksaan latar belakang yang jelas.

"Kami akan bekerjasama dengan pemerintah untuk membuat pemeriksaan latar belakang yang jelas, yang saat ini absen dari program lisensi transportasi komersial mereka," ungkap Kalanick.

(http://tekno.liputan6.com)

Selasa, 09 Desember 2014

Aksi Premanisme Oknum Pegawai Kejati Jabar Bikin Geger

Aksi Premanisme Oknum Pegawai Kejati Jabar Bikin Geger

Kantor Kejaksaan Negeri Jawa Barat mendadak geger dengan aksi premanisme oknum pegawai Kejaksaan Tinggi Jabar Bagian Keamanan Dalam (KAMDAL), Senin (8/12/2014).
Diketahui, pegawai Kejati bagian Kamdal berinisial MR (50 th) telah  berbuat onar dan mengancam orang yang sedang berada di kawasan kejati Jabar menggunakan Senjata Tajam (Sajam) jenis pisau.
Menurut saksi di lapangan yang namanya enggan disebutkan mengatakan, sekitar pukul 10.00 WIB pelaku datang didampingi beberapa rekannya.
“Ada sekitar enam orang yang datang yang mendampingi pelaku langsung mendatangi ruang pembinaan dan pengawasan,” ungkapnya.
Bahkan salah seorang saksi sempat mengamankan sajam yang digunakan pelaku.
“Saya dekati pelaku dengan kawan kawan dan langsung merebut pisaunya,” terangnya.
Kapolsek Bandung Wetan Kompol Heryanto mengaku belum mengetahui pasti motif pelaku melakukan hal itu.
“Barang bukti senjata tajamnya masih kita cari,” tutur Heryanto.
Dari keterangan pegawai kejati Jabar menyebutkan bahwa pelaku sering berbuat onar.
“Bukan sekarang aja, pelaku sudah sering berbuat keributan,” katanya.
Hingga berita ini diturunkan pihak kepolisian masih mengumpulkan keterangan dan mencari keberadaan pelaku.
(http://www.fokusjabar.com)

Senin, 08 Desember 2014

Remas 'Senjata' Pelaku, Perempuan Ini Pun Lolos dari Perkosaan

Remas 'Senjata' Pelaku, Perempuan Ini Pun Lolos dari Perkosaan
Seorang perempuan Singapura berusia 21 tahun, berhasil lolos dari aksi perkosaan yang baru saja menimpanya. Perempuan yang tak dipublikasikan identiasnya ini, berhasil menyerang si pelaku dengan cara meremas alat kelaminnya. Menurut portal berita The Real Singapore, peristiwa ini terjadi sekitar awal bulan lalu.
Adapun peristiwa terjadi ketika korban sedang berjalan memasuki lift di kawasan perumahan di daerah Sims Avenue. Pelaku, yang belakangan diketahui sebagai Kum Keng Fa, diam-dia membututi korban menuju lift sesaat setelah dia baru saja minum-minum di kedai di sekitar lokasi itu.
Di dalam lift, Kum tanpa ragu memperkenalkan diri dan mengajak korban berkenalan. Namun sesaat kemudian, ketika keluar lift, tangan pelaku langsung bergerak mengerayangi tubuh perempuan itu. Keduanya kemudian terjatuh dan pria berusia 31 tahun itu berhasil mencengkeram korban dan mencoba melepaskan pakaiannya.
Pelaku itu juga membekap mulut korban saat korban berusaha menjerit untuk minta tolong.
Sadar posisinya terjepit, korban tidak kehabisan akal. Dia berusaha untuk menggunakan tangannya meraih alat kelamin pelaku. Begitu teraih, korban meremasnya dengan kencang dan pelaku pun menjerit kesakitan.
Kum yang kesakitan segera melarikan diri. Namun dia lupa mengambil telepon genggamnya yang terjatuh ketika peristiwa pelecehan ini terjadi. Dengan bermodalkan telepon genggam itu, keberadaan Kum berhasil dilacak. Pelaku mengakui pelecehan seksual itu dan dijatuhi hukuman penjara 27 bulan serta cambuk 3 kali. (KOMPAS.com)